tiket pesawat murah

tiket pesawat murah

Kamis, 09 Juli 2009

retakan hati yang terburai

RETAKAN HATI YANG TERBURAI


Masri adalah masa laluku. Angan-anganku… pernah tergantung padanya. Indahnya bila bersamanya dan bahagia bila dapat bertemu dengannya. Dan…Senyumnya itu lo… .. selalu membuatku melayang-layang.

Seiring perjalanan waktu yang cukup panjang, perpisahanku dengannya beberapa tahun ini sejak kepindahanku ke kota Bone, akupun mulai melupakannya. Bagaimanapun, aku harus sadar bahwa ia tak mencintaiku. Aku hanya menyiksa diri dengan memikirkan orang yang tak punya perhatian terhadapku. Bukan hanya dia lelaki di dunia ini. Itu yang selalu kukatakan pada hatiku yang begitu sulit melupakan bayangnya. Lagian, apanya sih yang membuatku jatuh cinta padanya? Cakep…? Nggak juga. Biasa sajalah. Pintar….? Sebandinglah denganku. Tapi…aku kok cinta mati sama dia ? saking cintanya, aku bahkan tak malu-malu lagi menceritakan pada teman-teman dan menampakkan perhatianku kepadanya. Aku selalu mau bertemu dengannya.

Imma teman akrabku selalu setia menemaniku kala aku lagi ngebet mau ke rumah kosnya si Masri. Ia sangat mengerti keadaanku. Bagaimana dalamnya cintaku padanya. Karena setiap malam aku selalu mendongeng tentang Masri, Masri and Masri. Walaupun mungkin terkadang timbul kejengkelan dalam hatinya, ia tetap tersenyum. Dia selalu memberiku spirit, bahwa Masri juga mencintaiku. Namun, pada detik terakhir kepergianku, sinyal-sinyal cinta yang kuharapkan itu, tak jua terucap dari bibirnya. Kota Palopo. Kutinggalkan sebilah hatiku…. Padamu. Aku pasti kan kembali tuk menyatukan retakan – retakan batu cadas cintaku yang terburai.

Tiba-tiba saja aku rindu pada sahabatku itu. Apalagi pada saat yang seperti ini. Bayangan Masri memenuhi pikiranku, Aku ingin curhat.

***

Semilir angin melambai-lambaikan nyiur-nyiur yang bertebaran di sekitar pantai Tete yang menjadi tempat berteduh para pengunjung agar terhindar dari sengatan sinar mentari sore. Tanpa kusadari seseorang mengejarku dan langsung merangkul pundakku, mengesun pipiku dan meminta maaf dari belakang “maafkan aku…”aku tak bisa berbuat apa-apa. Begitu cepat. Keterkejutanku membuatku seperti patung. Apalagi, saat aku sadar kalau ia adalah Masri.

Tatapan itu…….aku tak sanggup menatapnya. Karena tatapan itulah yang membuat senoktah luka, yang masih memar dan membekas, dan….aku tak mau luka itu kembali menganga.

Kututup mataku….bayangan masa lalu akan cintaku yang merana, muncul, menuai setetes air mata. Dan kurasakan sapuan lembut di pipiku menghapus air mata itu dari tangan seorang Masri. Membuat air mataku yang kutahan dari tadi, Semakin membanjiri mataku. Aku juga tak tahu…..apakah ini tangis kepedihan, ataukah kebahagiaan. Yang pastinya, aku ingin menangis sepuas-puasnya. Menumpahkan segala pedih yang ditanamkan olehnya.

Penyesalan yang sangat, kulihat dari sorot matanya yang sayu. Tangan itupun tak henti-henti membersihkan pipiku dari air mata. Melihat tangisku tak jua reda, iapun menenangkanku, dan memelukku begitu erat seakan-akan takut kehilangan aku. Membuatku merasa sesak oleh pelukannya dan tak bisa bernafas.

hei….dia sudah sadar”. Kata seseorang kala melihat mataku mulai terbuka. Semua datang dengan pertanyaan yang bertubi-tubi. Aku tetap bungkam. Hanya mataku yang menjelajah. Kulihat Masri duduk dengan pandangan menerawang. “Masri…..” akhirnya, keluar juga sebuah kata-kata dari mulutku. Diapun berbalik, dan mendekat ke arahku dengan wajah yang khawatir.

kamu nggak apa-apa kan….?” katanya sambil membantuku bangun. Ternyata, tadi aku pingsan. “Aku merasa lelah, dan punggungku terasa sakit”.

Teman-teman yang lain satu demi satu mengambil duduk di pojok sambil menggodaku dari jauh.

Maafkan aku, Ran…” kembali mengulangi pernyataan maafnya.

Apa yang harus aku maafkan…. aku merasa tak ada yang mesti aku maafkan….kamu tak punya salah terhadapku”. Kami terdiam.hingga akhirnya ia membuka pembicaraan kembali.

Kita jalan yuk..!”

Aku pasrah saja tangannya memeluk pinggangku dan mengesunku berkali-kali. Tak peduli orang-orang yang di sekitar memperhatikan kami. Aku hanya menjejeri langkahnya. Kepingin sih membalas pelukannya, tapi…. aku malu.

Masri Semakin matang saja. Kulitnya kini lebih putih. Cara berpakaiannya pun lebih keren. Senyumnya pun tambah manis.

Kenapa?” aku jadi malu. Masri memergoki tersenyum tanpa sebab.

Ah….nggak pa-pa kok. Cuma…”

Cuma kenapa?” tanyanya penasaran.

Cuma…..” malu ah mengatakannya kalau ia itu tambah….

tambah cakep, khan!!” lho….kok ia tahu sih.

geer lu!”

ya….kenyataannya kan begitu” mengedipkan sebelah matanya lalu mengucek-ucek rambutku.

ternyata pandanganku selama ini salah. Aku….aku telah menyia-nyiakanmu. Setelah keperginmu, aku baru sadar kalau kau sangat berarti bagiku. Maafkan aku ya! Ya! Ya…!” mengangkat-angkat-angkat alisnya yang lebat dan kedua tangannya mencubit-cubit pipiku dengan gemasnya.

ih! Kamu tambah kocak deh”

ya….semua bisa berubah Karena cinta”. Aku mencibir mendengar ocehannya. Kudorong tubuhnya. Namun, keseimbanganku tiba-tiba oleng. Maka, akupun langsung jatuh dalam pelukannya. Ombak yang datang dari belakangnya membuatnya tak berdaya. Jadilah kami tercebur ke air yang setinggi pinggang.

Kepalang basah, akhirnya aku berenang ke sana-ke mari berkejar-kejaran dengan Masri. Baru kali ini aku mandi di pantai ini. Setiap aku ke sini, paling Cuma berkejar-kejaran dengan teman yang mau menceburkanku ke laut. Tapi tak pernah berhasil. Teman yang tak mau kalah, mengambil air laut lalu memasukkannya ke dalam botol aqua. Ketika ada kesempatan, ia tumpahkan di atas kepalaku lalu berlari. Alhasil, aku menangis. Kejadian itu, membuat teman-teman tak ada yang berani menggangguku. Aku sih nggak mau menangis, tapi mataku ternyata tak mau diajak kompromi.

capek, ah! Ke sana yuk!di bawah pohon kelapa yang rindang itu”

kamu tak berubah, ya, Ran. Tetap ceria”.

jadi…..kamu mau melihat aku berubah… lihat ya! satria baja hitammmm, be…rubah!!!”

ah…kamu itu. Aku serius, Ran.”

kamu sih….memangnya, aku mesti berubah jadi pemurung, begitu. Nggak la yau. Bisa cepat tua aku nanti. Mending boros di umur daripada boros di wajah. Bisa-bisa, nggak laku lagi. Benar, khan. Kalau nggak laku-laku…kan….dan….begini…begitu….” aslinya keluar. Cerewet. Tapi, tiba-tiba sebuah kelapa meluncur dari atas. Aku kaget. Langsung kuteriakkan namanya. Masssss

buk!”

Di hadapanku, duduk Rara dengan pandangan heran menatap ke arahnya. Dengan bantal yang masih di tangan siap kembali di layangkan jika saja aku belum tersadar. “mengigaunya kok panjang banget. Kayak menyiar saja. Jangan mengigau lagi ya. Aku gak bisa tidur , nih………..besok ada ujian lagi!” katanya kesal.

Aku heran. Kenapa tiba-tiba Masri yang hadir dalam mimpiku. Kenapa bukan Adam yang baru saja aku telfon, yang selama ini mencari perhatian terhadapku. Atau A.muchlis yang selama ini aku incar? Kenapa? Mungkinkan ada sesuatu yang terjadi padanya? Atau…..

Gara-gara mimpi itu, aku menjadi ingat akan wajah Masri. Senyumnya yang selalu aku rindukan dahulu. Aku resah sendiri. Mungkinkah aku masih mencintai Masri…? Bagaimana ya dia sekarang. Seandainya dulu aku tidak pindah, mungkinkah aku jadian sama Masri?

Aku pernah sih kesana tahun lalu, sewaktu libur. Ketemu Masri sih, namun aku masih canggung. Pasti dia sudah dengar semua kisahku dari Imma. Kalau aku pernah tinggal seharian di terminal gara-gara nunggu dia. Aku mau lihat dia pulang. Setelah ketemu, ia Cuma ngucapin terima kasih Karena aku ngasih kartu lebaran ke dia kemarin. aku beranjak pergi. ternyata dia tak memberikan apa-apa padaku. Setidaknya ia membalas kartu lebaranku itu. Harganya kan Cuma 1000 rupiah. Aku kecewa. Aku pulang dengan derai air mata. Aku nggak tahu. Hatiku begitu gamang. Sedih. Dan, kekesalan, kesedihanku selalu kulimpahkan pada hatiku yang tak mau diatur. Seandainya saja aku jatuh cinta pada Imam, pasti lain ceritanya. Aku tak akan menderita batin seperti ini. Karena ku yakin, Imam ada hati padaku. Selama ini, dialah yang selalu memberikan perhatian terhadapku.

Pernah juga seusai dari buka bersama di rumah Nursia, pinginnya diantar sama Masri. Rahman juga menunjuk nya untuk mengantarku. Karena semua tahu kalau aku jatuh cinta padanya. Hatiku langsung hancur kala ia menolak. Terpaksa si Imam yang mengantarku. Sampai di pintu gerbang, aku menyuruh Imam pulang. Biarlah aku pulang sendiri. Ketakutanku pada gelapnya malam tak kuhiraukan. Padahal sudah jam 11 malam. tak ada lagi orang lalu lalang. Hanya suara jangkrik yang menambah seramnya lorong yang aku lalui. Aku berlari dengan hati yang sembilu. Masri…..kenapa kau selalu mengecewakanku?

***

k’ Rani!”

apa?!”

dicari sama k’muhlis, tuh. Di taman bunga”.

Aku heran, setiap cowok yamg kutaksir, namanya kebanyakan berawalan M. Masri, Mansur, dan muhlis.

kenapa sih….akhir-akhir ini….kelihatannya kamu menjauh dariku?” saat kutemui Mukhlis di taman, di bawah pohon ketapang.

itu kan perasaan kamu saja. Buktinya……kamu panggil aku, aku datang, kan?” jawabku mengelak.

tapi….kamu selalu menghindariku”.

jangan berprasangka macam-macam ah! Aku baik-baik saja”.

tapi…., kamu tak pernah lagi memberikanku senyum manis dan menggodaku”. Secuil senyum akhirnya tersungging juga. Baru kali ini kudengar ia berkata seperti itu. Terasa lucu.

Sedikit, aku telah berubah dalam masalah cinta. Aku tak mau kejadian memalukan itu terjadi lagi. Cinta kalena. Atau yang lebih akrabnya, bertepuk sabelah tangan gitu….karena, kalau mengingat segala tingkahku dan bagaimana mengejar cowok idamanku, rasanya malu banget deh. Maklum saja . Masa remaja yang menggebu-gebu. Masih semester awal sih. Jadi, malunya masih ada selusin. Hilang satu, kan masih ada 11. sekarang kan menjelang sarjana. Tentu saja pemikiran pun telah mulai dewasa.

Muhlis, telah menjerat hatiku, namun Aku tak ingin ia tahu kalau Aku mencintainya. Karena, aku takut, jangan sampai perasaan ini hanya aku yang merasakannya.

Atau….kamu sudah bosan denganku..?” serius. Menatap ke arahku.

Aku rindu dengan godaanmu. Sekarang….aku sudah jelek, ya! Sehingga kamu tak pernah lagi mengatakan kalau aku tuh cakep… manis….”

Aku memang hobbi menggodanya. Di mana ada kesempatan, aku pasti menyapanya dengan berbagai macam godaan. “kamu tambah cakep, saja.” Atau “aku rindu sama kamu”. Awalnya sih iseng aja. Tapi, lama kelamaan, bibir dan hatiku seia sekata. Kata-kata yang keluar dari bibirku, di benarkan oleh hatiku. Akhirnya, hadirlah wajah tampannya dalam anganku , menoreh kerinduan hati yang menuai perasaaan cinta yang mendalam. Dan itulah awal kedekatanku dengannya.

semingu….kita nggak pernah ketemu”. Kubiarkan ia meluahkan segala kesahnya. Biasanya sih, sehari tak bertemu dia, aku pasti menyapa dengan kata-kata kerinduan. Sekarang, aku lagi malas bicara. Aku takut dengan perasaanku sendiri. Yang cepat jatuh cinta kalau melihat cowok ganteng.

kamu…tidak rindu sama aku……?” berusaha mencairkan suasana. Walaupun kata-kata itu terasa kaku terdengar oleh telingaku.

rindu….?” Bertanya pada diriku sendiri.

Sebuah buah ketapang jatuh tepat di depanku. Kuambil, lalu kulempar ke arah Nani yang lagi berdiri tak jauh dariku.

ceile….mojok, nih!”. Godaan itupun keluar dari mulutnya, melihatku berduaan dengan muhlis di bawah pohon ketapang di taman kampus. Aku Cuma melambaikan tangan dengan senyuman.

muhlis! kamu di cari seseorang!” tersadar kalau ada pesan untuk muhlis. “nggak usah cemburu Ran. Yang nyari cowok kok…”. Iapun ke sana . bentar ya Ran….”

Untuk apa aku mengungkapkan rasa rindu itu, jika kau tak menyambutnya. Biarlah rasa rindu itu kupendam dalam hati, sampai kau merasakan kehadiran kerinduan itu. Atau, kubiarkan ia memfosil dalam batinku.” Tulisku pada secarik kertas. Aku tak mampu mengungkapkannya melalui kata-kata. Kertas kecil itu langsung kuberikan ketika ia datang.

Membaca catatan kecilku itu, raut mukanya pun berubah lembut, lalu menggeser duduknya, lebih dekat denganku. Meraih tanganku, memaksaku tuk menatapnya. Aku kaget. Kulihat sekeliling. Aku malu. Kalau di lihat sama tema-teman. Untungnya, yang di taman hanya beberapa orang. Dan jaraknya juga jauh. Jadi, tak akan melihat kalau tangan ku lagi di genggam. Setelah merasa aman, aku baru kembali menatapnya. Tapi, hanya sebentar. Aku malu. aku tak mampu melawan tatapan matanya yang begitu mempesona. Aku menunduk.

Ran….selama ini, aku menganggapmu teman dekatku. Teman yang paling dekat. Kamu tahu itu kan? Tapi…..mengapa kamu berfikiran kalau aku tak…..” terputus. Semakin mempererat genggamannya. Dan aku tetap menunduk dengan hati yang berkecamuk.

aku memang salah….”. Menyalahkan dirinya sendiri.

aku mengira kamu tahu segala perasaanku. Karena kita selalu bersama. Kau dapat menebak isi hatiku. Aku selalu merindukanmu. namun aku tak seperti kamu. Yang mudah mengungkapkannya. Selalu kata-kata itu ingin kuutarakan padamu, namun, aku takut kalau sebenarnya, kerinduan yang selalu kau tujukan padaku hanya lelucon. Karena, kau …..” terhenti. Mungkin kehabisan kata-kata. Namun, genggaman tangannya telah mengungkapkan segala rasa. Dan akupun tak menunggu ia kembali berbicara. Karena, aku telah tahu menggapai hasratku. Menjadi bagian dari mimpi muhlis.

***

Dari kejauhan, sesosok tubuh memperhatikan kedua sejoli itu. Sebuah kado kecil, berpita biru, kembali ia masukkan dalam saku bajunya. Ia terlambat. Jauh – jauh ia datang dari Palopo, hanya tuk bertemu dengan Rani. Ternyata, Rani telah menjadi milik orang lain. Seandainya saja kata terlambat itu tidak pernah ada…….dan penyesalan tak pernah datang belakangan, pasti aku takkan seperti ini. Pikirnya. Namun apa mau di kata, nasi telah menjadi bubur.

***

Dulu, aku berjanji akan kembali…..namun, kehadiran muhlis, telah merenovasi retakan-retakan pondasi hatiku yang rapuh. Masa laluku, biarlah kan jadi kenangan tuk selamanya, dan menjadi pelajaran dalam menyongsong masa depan yang cerah.(***)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar