tiket pesawat murah

tiket pesawat murah

Kamis, 09 Juli 2009

ada cinta dalam canda

Ada cinta dalam canda


“Dani! Dani!”

“Duk Duk Duk” Terdengar teriakan dan gedoran pintu dari luar membuatnya

.”Uh………” keluhnya. Namun, masih tersisa senyum bahagia di sudut bibir dan matanya. Mimpi tadi terasa nyata. Debaran hatinya masih bergema. Masih terasa kelembutan tangan Rani ketika ia genggam jemarinya.

“Dani! Dani!” Kembali terdengar teriakan dari luar, adiknya , Fadli. “Ya…! Ada apa?” Lamunannya kembali buyar dan merasa jengkel dengan gangguan adiknya. “ sudah jam 09 .00. Kok belum bangun-bangun!” teriak adiknya dari luar.

“Ha …..!”

Hari ini pembekalan KKN. Para mahasiswa yang ikut KKN berjubel memadati taman kampus. Kebanyakan dari mereka memakai jas almamater warna hijau sebagai baju kebesaran. Ada yang gembira ada pula yang menampakkan wajah yang muram. Mungkin mendapatkan lokasi yang kurang menyenangkan atau bahkan teman selokasi. Nampak Dani diantara mereka.

“Dani, kamu di mana?”

“ Di Arasoe. Kamu?” Balik Bertanya.

“Di desa Lerang.”

“ O…….” Baru ia ber o…..tiba-tiba bayangan Rani tertangkap oleh sudut matanya. Iapun menoleh ke sana kemari namun tak dilihatnya juga. “Cari siapa Dan?” Rina ternyata menangkap gelagatnya. Ia mengikuti pandangan mata Dani yang mengarah ke gedung A. Tak ada siapa-siapa .“He….tidak ada” katanya menyembunyikan kegelisahan. Kemudian kembali memperbaiki duduknya dan mengarahkan pandangannya ke arah teman-teman. “Mungkin imajinasiku saja” pikirnya.

Rani mahasiswa pindahan. Orangnya gaul tapi cuek. Dani pun tak tahu penyebab awalnya Rani mulai melancarkan celotehan maut padanya. sampai saat ini. I miss you , I love you sepertinya telah menjadi santapannya tiap ketemu dengannya. Tak tanggung-tanggung, karena ia selalu melakukannya di depan umum, di depan teman-teman tanpa merasa risih sedikitpun. Namun, kalau Dani bertemu dengannya di jalan palingan ia cuma ber “Hai” dan berlalu dengan cueknya. Inilah yang membuat Dani penasaran. Terkadang ia berfikir, mungkinkah Rani mempunyai kepribadian ganda? Begitu mudahnya ia mendekati Dani dengan rayuannya, dan begitu mudahnya pula cuek bukan kepalang. Apa sebenarnya maksud Rani berkata-kata seperti itu? Seriuskah dia, atau memang bukan hanya dia saja yang menjadi korbannya? Tahukah Rani kalau ia tersiksa dan kecanduan dengan godaannya?

Dani masuk ke ruang akademik.

“Pak, bisa lihat daftar lokasinya?”

“Mau lihat lokasinya, ya?”

“Bukan….eh ia pak”. Akhirnya ketemu juga. Nurani. Lerang. Pindah tidak ya? Dani kepikiran tuk pindah lokasi. Ia merasa, inilah kesempatan yang paling tepat tuk mengenalnya lebih jauh lagi. “Yes!!!” Hatinya bersorak keluar dari kantor akademik.

Dari kejauhan nampak Rani berjalan sendiri menuju ke arahnya. Namun matanya ke arah lain. Ya ….begitulah si Rani. Selalu cuek dengan sekelilingnya. Tak tahu kalau seseorang lagi memperhatikannya.

“Ran, kamu KKN di mana?” Cepat-cepat Dani menyapa kala Rani ada di dekatnya. Padahal sudah tahu tuh.

Kebiasaan Rani……yang senyumnya murahan banget, tersenyum dulu baru menjawab. “Hai….!” Sapanya dengan riang dan akrab. “Aku nggak ikut KKN”. “Kenapa?”. Kaget dan kecewa? Pastilah! Rencananya batal, deh. Padahal sudah bela-belain pindah lokasi.

“ Nggak punya duit!” Jawabnya santai. “ Aku juga nggak punya duit, tapi aku usahakan untuk pinjam” , berusaha menasehati Rani untuk ikut KKN. PPL, Rani juga tidak ikut dengan alasan yang sama. Tidak punya uang. Sayang sekali Dani tidak punya uang sebanyak itu. Pasti sudah dipinjamkannya sama Rani.

. “Eh….. Aku ke sana dulu ya!” Melihat Dani termenung, ia pun langsung pamit dan pergi. Mau apalagi. Senang juga sih diperhatikan sama cowok ganteng idaman hati, namun….ia tak suka kalau nggak punya bahan untuk diomongin. Diam…. Senyum-senyum…… saling tatap-tatapan……. Kan malu! Nanti ketahuan belangnya. He…he…

Ia tak bisa mencegah. Iapun tak punya alasan untuk itu. Padahal……ia belum puas melihat senyuman itu, yang selalu hadir dalam angannya. Ia juga rindu akan celoteh Rani, candanya, dan kata-kata cinta yang selalu ia lontarkan padanya. “Rani…….” Desahnya. Menoleh ke arah jalan, mencari sosok yang akhir-akhir ini melambungkan angannya. Rani tak ada lagi di sana.

Di posko KKN Dani nampak ramai. “Wah…..hari ini kamu tambah cakep deh Zal!”. Rizal yang disanjung cepat menanggapinya, “Masa,sih….??!”. Spontan ia menghadap ke cermin. “Iya! Soalnya hari ini kamu baik seka…..a….a….li. Beliin kita jeruk, salak. Tahu aja lu kalau kita lagi butuh vitamin C “, sambil ngelirik ke Dani yang akhir-akhir ini di lokasi nggak banyak ngomong. Padahal aslinya kan gokil juga. “Teman kita kan ada yang lagi sariawan…”. Lanjutnya.

“Siapa?”. Timpal Rizal.

“Tuh si Dani”. Dani cuma senyum-senyum menanggapinya.

Masih dengan baju kokonya, Rendi keluar dari kamar. Ia sempat mendengar percakapan teman-temannya tadi. Ia pun meluruskan, kalau semua itu bukan Rizal yang membeli. “Hu………, kirain si Risal yang beli. Cakepnya tadi di ralat, ya!” Semuanya tertawa mendengar celotehan Rina.

“Jadi…..dari siapa dong makanan sebanyak ini?” Rina penasaran. Tidak biasanya.

“Tadi Rani datang. Dan…..”

“Nurani?” Ia menyebut nama panjangnya untuk lebih jelasnya. Memotong perkataan Rendi yang mulutnya masih mengenga. Heran.

“Iya! Rani, Andi Nurani. Teman seruangan kita, sang pedagang kampus. Jelas?” Mendekatkan mulutnya ke arah Dani. “Katanya, salam buat semuanya”. “Waalaikum mussalam”, jawab Rizal, Rina, Mukhlis serempak, dieringi dengan derai tawa.

“Satu lagi. Khusus buat pak kordes. Pesannya….., dengan memakan buah ajaib ini, penyakit pak kordes semoga lekas sembuh”. Kantongan yang berisi jeruk itu langsung ditentengnya masuk kamar tanpa sepatah kata. Semua mata memandangnya. Bengong. Jampi-jampi Rani benar-benar mujarab. Pikir mereka.

***

“Ren……..benar yang datang tadi Rani?” Masih merasa belum percaya.

“Memangnya …..kenapa sih kalau Rani?” Melihat keseriusan di wajah Dani dan wajahnya yang terlihat mulai bergairah, menimbulkan tanda tanya dalam hatinya. “Ada hati, ya?” merasa tertangkap basah, iapun pura-pura tidak mendengar. “Benar, kan tebakanku?” . “Sudahlah…..jangan mengada-ada” langsung mengambil bantal guling kemudian memeluknya dengan erat. Berusaha menutupi wajahnya yang bersemu merah.

Timbul penyesalan dalam dirinya kenapa ia tidak keluar kemarin. Pantas saja ia merasa mengenal suaranya. Suara Rani, sih. Ia merasa jengkel pada Rendi karena tak memberitahukan kalau Rani yang datang. “Tapi kok suaranya begitu?”, menyadari kalau suara Rani tak semerdu biasanya. Makanya, walaupun kemarin mengingatkannya pada suara Rani, ia tak yakin. “Lagi flu. Dan suaranya serak-serak berlumpur. He.. he.. he...”. Katanya lalu tertawa menggoda Dani yang sepertinya tahu banyak tentang Rani.

“Kapan lagi Rani mau ke sini?” Tanpa ia sadari pertanyaan itu keluar dari mulutnya. Kaget sendiri dan langsung merapatkan bibirnya. “Tuh…..Rani lagi kan?” Tak usah main rahasia-rahasiaan lah. Aku tahu kok kartumu. Tapi meledeknya cuma dalam hati. “Dengar, ya! Aku punya hutang sama dia!”. Alasannya pas buat membuatnya tak curiga. “Kapan dia kesini lagi?” Ulangnya bertanya. “Mana aku tahu. Kebetulan saja ia lewat sini kemarin. Buku The Mad Man yang aku cari itu bukunya, apa kamu tidak melihat namanya di situ?”. Cuma menggeleng, lalu berbalik dan menutup mata. Semoga ia hadir dalam mimpi indahku. Harapnya.

“Pantas saja ia datang ke sini. Mau nagih hutang kali!” Sindirnya.

“Malah…..ia sempat ke kamar waktu itu”. Tambahnya.

“Maksud kamu….masuk ke sini?” Kaget dan langsung bangkit kembali. Sambil jari telunjuknya mengarah ke lantai. “La iya. Kan mau lihat kamu. Tapi, kamu tertidur pulas ia tak berani membangunkanmu”.

Jadi….jadi….mimpi itu benar? Ia masuk ke kamar ini. Lalu….lalu…..ia membelai wajahku dan berkata “ Aku sayang kamu…dan….” Tapi…..tapi….

***

20 agustus 2004

Andai saja Dani tahu…..kalau setiap ungkapan rinduku, cintaku……hadir dari lubuk hatiku.

Kira-kira….ia sudah punya pacar nggak, ya? Mudah-mudahan saja belum. Tapi…kayaknya nggak ada deh.

Sewaktu aku ke lokasinya, aku benar-benar bete’. Masa…..ia tidak kelua-keluar dari kamar. Padahal….aku kan rinduuuuu sekali padanya. Untung saja si Irfan lama di rumah pacarnya sehingga aku bisa lama-lama menunggunya. Siapa tahu saja ketika ia mendengar suaraku ia akan keluar. Makanya suaraku sengaja aku besarkan biar dia dengar kalau yang datang aku.(ih…..jangan geer, ya! Suara situ di bangga-banggain. Suaramu cuma bisa mengeluarkan semut dari sarangnya). Ternyata tak keluar juga. Mungkin karena suaraku lagi parau kali ya, makanya ia tidak kenal.

Rendi kan bilang kalau ia sakit. Ada alasan deh menengoknya di kamar. Rendi sih tetap di luar. Ternyata ia tertidur pulas dengan wajah tersenyum. Mimpi kali, yeeee! Tahu kalau Dani tertidur pulas, aku berani mendekatinya lebih dekat lagi. Rasanya….ingin kupeluk ia. Tapi itu tak mungkin kan. Aku hanya memberanikan diri mengusap rambutnya, memegangtangannya, kemudian kubisikkan di telinganya “Aku merindukanmu”. Tiba-tiba, jemarinya yang mau kelepas menggenggam tanganku. Aku kaget, kukira ia terbangun. Ternyata tidak. Cuma gerakan spontan. Karena kulihat matanya masih terpejam. Susah juga melepaskan genggamannya. Terlalu kuat bagiku. Dan….

“Huh!” Terpaksa Rani menghentikan curhat-curhatnya pada diari. Lampu tiba-tiba padam. Tak ada pilihan lain kecuali tidur. “Teng! Teng!.......” Terdengar dentingan jam 12 kali. Malam ternyata telah larut tanpa ia sadari.

***

Selesai mengurus sesuatu di akademik, Danipun beranjak menuju warung bakso yang ada di depan kampus. Lumayan lelah hari ini. Seharian ia keliling mencari dana. Selesai makan, iapun merogoh uangnya dari dalam tas. Uang yang ia cari, namun ia menemukan sesuatu yang lain. Ternyata gelang yang entah punya siapa yang ia temukan di kamarnya. Sudah satu minggu, tapi belum ada yang datang mencari.

Ia asyik menelusuri lekuk-lekuk gelang yang mirip jam tangan itu. Sekali-kali tangannya ia dekatkan kemudian ia ulurkan ke belakang. Mungkin untuk melihatnya dari berbagai sisi. Setelah itu, beralih ke bagian dalam. Dahinya tiba-tiba berkeryit. Berusaha membaca sebuah tulisan kecil yang nampaknya sebuah inisial. “A …..R……..N”. Sepertinya ia mencoba mengingat-ingat sesuatu sambil mengeja beberapakali huruf-huruf itu. Ternyata tak berhasil juga.

“Rani ?!”. Memakai rok hitam, baju putih, dengan tas merah sophie martinnya menghilang bersama pete-pete yang ia tumpangi. Dani hanya mendesah memandang kepergiannya. “Rani…Andi Rani…”. Bukankah ia pernah ke rumah? Ia berusaha menghubungkan Rani dengan gelang itu. Mungkin saja itu kepunyaannya. Dani langsung menyusul tanpa pikir panjang mengikuti arah pete-pete tadi yang ke sentral.

Sudah dua kali ia mengelilingi pasar sentral dengan motor bututnya. Rani tak ditemukannya juga. Ia mengira Rani singgah berbelanja di pasar. Padahal, ia langsung pulang, makan dan berhadapan dengan computer. Kali ini bukan mengetik makalah atau bermain game. Tapi…..baru saja ia menscan fhoto. Dengan program photo soft, iapun memodifikasi fhotonya. .Di computer, nampak Rani berdiri di depan menara pisa bersama seorang cowok ganteng, tinggi, putih, dengan senyum manisnya, yang telah berada di belakangnya, tanpa ia sadari. Ia tersenyum puas melihat kreasinya

“Hem..!” Rani langsung berbalik mendengar suara deheman pas di belakangnya.

Bagai mimpi. Tak mungkin!

“Da….Dani.?!”****


Pete-pete : Angkutan umum

Andi : Gelar bangsawan Bugis














PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN


Dengan penuh kesadaran, penulis yang bertanda tangan di bawah ini benar adalah hasil karya penulis sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Jika di kemudian hari terbukti bahwa cerpen yang bejudul “Ada Cinta Dalam Canda” merupakan duplikat, tiruan /plagiat , atau original namun pernah dipublikasikan, maka penulis akan bertanggung jawab terhadap perbuatannya.


Watampone, 11 Agustus 2005


Penulis



A.Nurmiyanti







Tidak ada komentar:

Posting Komentar