tiket pesawat murah

tiket pesawat murah

Kamis, 09 Juli 2009

cerita lucu

malolo pulana

becce adalah anak indo logo. Ia menikah dengan ambonya becce sekitah 3 tahun yang lalu.

Indo logo mempunyai anak tiri 4 orang. Semuanya laki2 kecuali becce, si bungsu.

Walaupun becce anak tirinya, tapi becce tetap berlaku baik padanya layaknya seorang anak pada ibunya.

Becce yang sudah sekolah di sma, ternyata malas mandi.

Karena pengaruh jamu gemuk yang dia minum, jadinya dia sekarang rajin mandi pagi. Tapi, lama kelamaan, penyakit malasnya kambuh lagi. Sejak musim hujan. Ke sekolah tak pernah mandi.

Suatu sore, indo logo mendapati anaknya lagi mandi, tapi bukan di kamar mandi. Di tempat ia biasa cuci piring. Di situ ada drum.

Nappanna? Seru indo logo dalam b.Bugis kala melihat becce mandi di sore hari. Maksudnya, tumben?

Iya. Panas sekali. Saya jarangka mandi pagi indo, karena kalau mandi soreka. Lollo cenning raraku. Candanya pada mamanya.

Iya' aga. Majarang ka cemme reweng. Magattiki macua.

Iya puang? Merasa tak percaya. Ternyata, ada juga gunanya malas mandi.

Iya. Coba kau liat puang rennu. Tuaka na dia. Tapi na kira orang, saya yang muda.

Terjawablah sudah. Kenapa juga becce selama ini nampak awet muda. Karena, walaupun ia telah berumur 27 tahun, ia tetap nampak seperti anak sma.

Pantas malolo pulanaka puang. Jangankan mandi sore, mandi pagi saja kan jarang.


Oti atu.


Pada suatu hari, sepupu bu yurlin datang dari kampung. Dari toraja. Baru kali ini sepupunya datang ke jakarta.

Sepupu yurlin yang baru datang itu, berusaha agar ia bisa beradaptasi dengan orang2 jawa. Tapi kalau sama yurlin, mereka tetap menggunakan bahasa toraja.

Setelah beberapa hari ia mendapatkan banyak pengalaman di kota jakarta. Ternyata, orang jakarta itu, kalau bicara suka menghilangkan huruf depan sebuah kata. Kalau sudah, dia bilang udah. Memang, dia bilang emang.

Suatu hari, yurlin mengajaknya ke rumah tantenya, yang sudah tinggal di jakarta selama bertahun2 bahkan menikah dengan orang jawa.Tapi, kalau sama yurlin, ia terkadang menggunakan bahasa tae.

Sebelum dia berangkat, mereka masih sempat sarapan roti di rumah kontrakan.

Keduanyapun telah sampai di sana. Sang tante yang tahu keadaan anak kos yang tinggal jauh di perantauan menanyai sepupu yurlin.

Udah makan? Udah. Makan apa? Oti atu. Si tante tak paham maksudnya. Ketika sepupu yurlin ini keluar, iapun bertanya ke yurlin. Yurlin. Apa na sanga to o. Tae duka kuissanni.

Baik yurlin maupun tantenya tak paham.

Sepulang dari sana, yurlinpun bertanya, oti atu itu sejenis makanan apa? Ternyata yang dia maksud roti satu. Di fikirnya, semua kata2 itu mesti di kurangi huruf awalnya satu, kalau berbahasa jakarta. Akhirnya, teman2nya yang mengetahui tentang cerita ini, sering menjulukinya, oti atu. Dan kalau oti atu membaca tulisan ini, maaf ya. Bukan tuk mengejek. Tapi menjadi pelajaran bagi kita semua,


many beautiful monkey

bu eni sakit. Dia tak bisa datang mengajar. Dan dia juga masih ada di kampung. Olehnya itu, bu nurmi yang menggantikan sementara ngajar kelas 2, dan bu hasma yang ngajar kelas3.

Karena mendadak, ia tak punya persiapan mau mengajar apa. Maka, iapun membuka b.Inggris yang di tangannya, dan menemukan sebuah cerita pendek, yang ia yakin, akan membuat anak2 tak loyo dan semangat belajar.

Hanya satu pargraf dan terdiri dari beberapa kalimat saja.

Ok class. Please open your book, page 40. Anak2pun langsung membuka bukunya. Do u find? Yes mam.

Seorang anak ditunjuk untuk membacanya.

Most of monkeys, live ing fores. They swing from tree to tree. They eat fruits like banana, peanut, etc.

Good. Lumayan bagus cara membacanya. Now, translate into indonesia. Who can? Tak ada yang mengangkat tangan. U? Masa tidak tahu. Tanyanya pada seorang siswa yang berjilbab. Walau ia tak mengajar di kelas2, tapi ia tahu kemampuan siswa tersebut. Karena ia pernah kursus di kursusannya. Swing bu tidak tahu. What is d meaning swing? Tanyanya pada seluruh kelas. Berayun2 ayun bu. Jawab salah satu siswa. Ya. Berayun 2 ayun.

Saya bu. Nurul pun langsung angkat tangan. Please.

Kebanyakan monyet tinggal di hutan. Mereka berayun dari satu pohon ke pohon yang lain. Mereka makan pisang, kacang, dll. Ok. Very good.

Dia kemudian menunjuk lagi beberapa siswa. Sekarang, bukan hanya membaca. Tapi juga mengartikan. Setelah itu, di tanya satu2 lagi arti vocabularinya. Di rasa semua sudah tahu artinya, diapun membuat section tanya jawab.

Now, please maka a question. Finish? Yes mam. Ok. Please write in the white board.

5 pertanyaan sudah ada. Now please answer. Next, l will ask u. Sekarang jawab. Nanti saya akan tanya.

Novi. Where does monkey live? In forest mam.

Ia sukses menjawabnya. Dan itu memang pertanyaan yang sangat mudah. Muslim. Why does monkey live in fores? Yang di tanya cuma senyum senyum dan melihat ke arah bukunya. Mencari jawaban di sana.

Melihat siswa di depannya keringat dingin, iapun bertanya. Apa arti dari pertanyaanku? Ia tetap juga diam. Pantas saja tidak bisa di jawab. Pertanyaanx saja tidak tahu. Seluruh kelas langsung tertawa. Muslim hanya menunduk malu. Why? Muslim masih bingung. Menatap ke arah gurunya. Apa artinya why? Kenapa bu. Bagus. Monkey? Monyet. Live? Ia melirik ke arah temannya. Tinggal. Bisik temannya. Tinggal. Jawabnya cepat.In? Di fores? Hutan. Sekarang, saya tanya lagi ya. Why does monkey live in forest? Kenapa monyet tinggal di hutan. Iya. Kenapa dia tinggal di hutan.

Banyak pisang. In english. Banyak? Many. Pisang? Banana. Banyak pisang? Many banana. Kalau banyak pisangnya di tambah apa? Tambah s. Jadinya? Many bananas.

Semuanya menjawab dengan antusias.

Sebenarnya, belajar b.Inggris itu mudah. Yang penting kita tahu artinya.

Coba, you. The other reason. Alasan yang lain.Why does monkey like in forest. Many trees. Jawaban lantang dari saddang.

U?

Diam. Tak ada jawaban. Telunjuknya berpindah ke yang lain. Anu bu. Many friends. Iya. Karena banyak temannya. Kalau di kota, paling hanya muslim saja temannya. Seluruh kelas langsung mengarah ke muslim. Tak nampak kemarahan di wajahnya. Malah mengangkat tangannya dan tersenyum SEPERTI ARTIS YANG BERTEMU DENGAN Para fansnya.

U? Because they like swing from tree to tree. Ya. Mereka bisa berayun dari pohon ke pohon. Memangnya, kalau di kota, mereka tidak bisa berayun? Tanyanya pada para siswa. Membuat mereka berfikir. Bisa bu. Tapi, di tiang listrik. Tapi kena strom. Semuanya kembali ketawa. Cukuplah muslim saja yang jadi korban. Muslim yang memang berkulit hitam, menjadi bulan2an bu guru itu. Tak henti2nya mereka tertawa. Setiap jawaban, selalu saja terasa lucu.

U? Why does monkey live in forest? Many beautiful mongkey. Ha3x.

Pertanyaan nmr satu, cukup mengocol perut para siswa mendengar jawaban teman2nya.

Sekarang kita pindah ke nmr 2. Whats the color of banana?

Yellow, teriak sebagian siswa. Langsung tahu. Only yellow? Red... Red? Ya bu. Bu guru itu mengerutkan alis. Merasa heran dng jawaban muridnya. Pisang batu bu. warnanya merah. Anak2 yang lainp yang tahu membenarkan. Ok. Saya juga tdk tahu. Yang mana itu pisang batu. Pisang batu in english? Pisang? Banana. Batu? Stone. Jadi? Banana stone.

Ok. Only red and yellow? Black. Black? Ya bu. Pisang busuk. Kalau busuk kan warnanya hitam. Kembali semua tertawa. Iya ya. Ok kalau begitu. Busuk b.Inggrisnya? Seorang siswa menjawab. Rotten.

Bel berbunyi. Bu guru itupun keluar dari kelas dan masuk ke kelas yang lain. Membuat kehebohan lagi tentang mongkey.


Mesin cuci cap wayan.

Bu wayan seorang guru yang tinggal di sebuah keluarga yang juga berstatus sebagai guru. Ia telah tinggal di keluarga itu sejak sma.

Sebelum asan subuh ia sudah bangun membersihkan, menyapu, mengepel, mencuci piring cuci baju dll.

Suatu, ibu guru ini kedatangan seorang teman. Ia bercerita, kalau ia baru saja beli mesin cuci. Murah. Dan di cicil. Ia tahu, kalau temannya ini tak punya mesin cuci, jadi ia tawari juga.

Kamu mau juga beli ka?

Tidakji. Saya sudah punya mesin cuci. Iya ternyata salah.

Merek apa? Penasaran. Siapa tahu punya temannya ini lebih bagus.

Mereknya, cap wayan.


Sudah sembuh.

Suatu hari, numi singgah di sebuah bengkel milik temannya. Ia mau ganti oli.

Sambil menunggu, ia ngobrol dengan saleh, temannya itu.

Eh. Katanya mamamu sakit ya?

Iya. Bagaimanami keadaannya sekarang? Sudah sembuh? Iya.

Sekarang mamamu di mana? Masih di rumah sakit? Tidak. O.Sudah pulang ke rumah ya. Tidak. Jadi, dimana? Di kuburan. Lo? Iya. Sudah sembuh dari sakitnya. Karena sudah meninggal.


Suatu hari, ada orang bugis yang datang ke jakarta. Di samping rumah yang dia tempati ada seorang gadis cantik. Ketika tak sengaja, gadis itu muncul di rumah yang ia tempati. Kesempatan itupun tak ia sia2kan. Bisa kenalan? Tanya baco. Dengan senyum manis. Bisa aje.. Jawab sang gadis. Mendengar jawaban gadis itu, dia heran. Tapi, demi bisa berkenalan dengan si wulan, ia masuk ke dalam rumahnya dan mencuci kakinya. Setelah itu, ia kembali ke arah gadis itu. Dia bertanya lagi. Bisa kenalan? Jawabannya tetap sama. Iapun memperhatikan kakinya. Perasaan, ia sudah mencuci kakinya bersih2. Tapi, ia tetap ke kamar mandi cuci kaki. Dan ketika ia keluar, gadis itu sudah tak tampak.


Lowongan.

Pak aming lagi ngobrol dengan pak mahdi. Sekarang, lagi heboh2nya pendaftaran cpns, sehingga yang di bicarakan pun tentang pekerjaan. Susahnya cari pekerjaan. Kata pak aming pada pak mahdi yang sudah pegawai negeri. Eh. Ada lowongan di telkom. Tinggi gajinya. Aming tergiur. Masa? Iya. Apa pekerjaannya, antar jemput sms.


Tak lama, pak amir datang berkumpul. Dia juga mengeluh tentang pekerjaan. Padahal dia sarjana tehnik. Eh. Ada lowongan di pln. Aming yakin. Ini pasti lelucon juga. Pak amir, seperti aming tadi, menanggapi serius. Karena pak mahdi juga pasang tampang serius. Iya pak? Iya. Kerjanya? Nyambung strom.




Umi yang baru saja makan bebek goreng di sebuah warung, menceritakan kelezatan bebek goreng warung itu pada Numi. ‘pokonya, lezat sekali. Sekali coba, langsung ketagihan.” “masa sih?” “iya!”

“bebek goreng itu, apanya yang enaka coba?” Tanya darmi yang juga mendengar dari tadi. “apanya ya? Kayaknya bumbunya dech. “ jawab Umi sambil membayangkan bebek goreng yang baru di makannya. Kalau kamu Numi?” bebeknya dong.

“bukan. Tapi B nya. Kalau tidak ada huruf B nya, maka namanya bukan bebek goreng. Tapi, ‘e ek goreng.”

Hasil dari berjalan kaki

Anak-anak sekarang, semuanya pada enak. Manja. Mau ke sekolah harus pakai motor. Dulu…jangankan motor, sepedapun tak ada. Berkilo-kilo ayah jalan kaki, naik turun gunung. Dan hasilnya……coba kamu liat sekarang ayah

“kenapa ayah?”

“lumpuh!”


Babi

Agustinus adalah seorang mahasiswa yang kuliah di Jakarta. Dia asli toraja. Dan orang tuanyapun tinggal di toraja. Ia bebas tes masuk salah satu perguruan tinggi negeri. Itulah sebabnya, ia sekarang kuliah di sana.

Melihat teman-temannya yang borjuis dan kebanyakan naik mobil, diapun sms ke orang tuanya yang ada di kampong.

“Pak. Teman-temanku semua di sini, rata-rata kalau ke kampus, naik kuda, kijang, saya saja yang jalan kaki.”

Mendengar penuturan anaknya, iapun berkata. “tenang mi nak. Kalau ituji masalahnya. Belajarmoko baik-baik. Tunggumi. Nanti saya belikan babi.”










(puisi) mimpi

Mimpi


kucari makna di balik mimpi


mimpi- mimpi yang selalu menghadirkan sosokmu

mimpi- mimpi yang selalu menghadirkan bayangmu


tapi…. semuanya memang hanya sekedar mimpi


karena….

kucari sosokmu di alam nyata

tak pernah kutemukan

kucari bayangmu di alam manusia

hanya kekecewaan yang kudapatkan


tak kudapatkan makna di balik mimpi

hanya kutemukan makna di balik hati

kalau di sudut hatiku yang paling gelap

masih kusembunyikan namamu

istri ke dua

Istri ke dua


Depan lagi pak sopir”. Jalan menuju rumahku berbatu batu dan sempit. Tapi Mobil yang kutumpangi masih bisa lewat,Aku sudah sampai didepan rumahku.Setelah membayar ongkos 50 ribu, akupun turun. Tak ada oleh-oleh. Hanya tas pakaian yang sekarang berada di tanganku.Rumahku nampak sepi.Mereka pasti masih di sawah. Tak kupedulikan lirikan heran para tetanggaku yang sekaligus keluargaku itu. Aku sudah pasrah. Apapun yang terjadi. Aku kembali ke orang tuaku.

Aku hanya tersenyum hambar melihat mereka dari kejauhan. Ada juga yang membalasnya, tapi lebih banyak yang tak bereaksi.

Kulangkahkan kakiku menuju rumah panggung, yang sudah 3 bulan kutinggalkan. Kuraih gagang pintu. Tak terkunci. Berarti orang tuaku ada di dalam. Mungkin belum menyadari kedatanganku. Seseorang keluar dari dalam. Langkah ibuku.

Enni!” Raut kerinduan terpancar dari matanya. “Emma’. Andampengekka1”. Aku langsung memeluknya memohon ampunan. Aku telah bersalah. Mencoreng nama baiknya.

Te lakkaimmu!?2” Tanpa aku sadari, ayahku berada di depan pintu masih dengan pakaian dinasnya, dengan parang tergantung di pinggang. Ia baru pulang dari sawah. Kelelahan dan kemarahan yang kulihat di sana. Aku jadi bergidik. Pelukan ibukupun sudah lepas saat mendengar pertanyaan ayahku.

Aku pun ambruk dalam tangisku dan bersimpuh memohon ampun. Aku tahu. Aku telah melakukan kesalahan besar. Kekhilafanku terlalu besar untuk di maafkan. Tapi aku tak tahu harus ke mana lagi. Walau masih ada marah terlihat di wajahnya, tapi maaf lebih mendominasi. Sehingga masih bisa aku lihat senyum ayahku. Aku jadi lega. Ketakutanku di usir dari rumah, ternyata tak terjadi.

Kuceritakan yang sesungguhnya, pengalamanku selama minggat dan kawin lari dengan anto, yang ternyata penipu. Ternyata dia sudah punya istri. Aku tak mau di madu.

Tapi…….Aku akhirnya diusir juga keesokan harinya karena hasutan para tetangga. Menurut mereka, Seharusnya aku datang maddeceng3. Datang dengan baik-baik dengan suamiku. Karena aku pergi dengan jalan yang tidak baik. Dalam adat bugis, seorang wanita yang kawin lari memang harus datang maddeceng agar bisa di terima oleh keluarganya lagi. Aku, bagaimana mau datang maddeceng. Suamiku saja aku tak tahu ke mana rimbanya. Pergi dengan istri oertamanya.

3 bulan pernikahan kami berjalan baik-baik saja. Apalagi mertuaku juga sayang padaku. Tapi tiba tiba, seorang perempuan datang dan mengaku sebagai istri pertamanya. Aku shok. Tak berapa lama, suamiku menghilang entah ke mana. Kata orang, dia pergi dengan istri pertamanya.

Aku kehilangan arah. Walaupun mertuaku tetap sayang, tapi aku tak mungkin tinggal di rumahnya tanpa suamiku. Aku juga tak sudi jadi istri kedua.

Selesai sholat subuh, aku pamitan dengan ibu dan ayahku. Ibuku menangis. Tak bisa berkata apa apa. Ayahku tak bereaksi. Aku berharap, ia mau mengubah keputusannya. Aku tak mungkin ke rumah mertuaku. Tapi, tak ada kata-kata pencegahan dari ayahku yang memegang kekuasaan.

Suasana yang masih gelap, membuat ojek belum ada yang nongol. Kuputuskan untuk jalan kaki saja sampai desa sebelah. Aku sengaja keluar sepagi ini. Aku tak mau menjadi bahan tertawaan karena kebodohanku. Ya. Aku memang bodoh. Begitu mudahnya percaya pada cinta. Cinta lewat hp.

Semuanya berawal, ketika aku kenalan dengan seorang cowok. Entah dia dapat darimana no hpku. Awalnya aku hanya iseng membalas smsnya. Yang akhirnya, kamipun begitu akrab. Bukan hanya smsan, tapi juga telfonnya datang setiap saat. Saat dia mengungkapkan isi hatinya, aku langsung terima. Bagiku, inilah yang namanya cinta sejati. Cinta dari hati. Karena sekalipun aku tak pernah bertemu dengannya. Tapi rasa penasaran tetap ada. Bagaimana rupanya, badannya, dan lain sebagainya. Rasanya, tak tahan menunggu kapan saat pertemuan itu tiba. Saat dia berjanji akan ke kampungku dan kerumahku, akupun sangat senang. Saat bertemu, ternyata tak mengecewakan. Tak aku pedulikan ketika dia mengaku sebagai duda tanpa anak. Itu tak penting. Yang penting cinta telah ada di hati kami. Rasa cinta itu tak berkurang.

Komunikasipun semakin lengket saja. Ayahku tak setuju. Karena aku anak satu satunya perempuan. Dia melarangku pergi jauh. Karena anto tinggalnya di luwu.

Sejak kopi darat, cintaku semakin melambung. Hanya dia yang selalu muncul dalam pikiranku. Keyakinanku padanya begitu kuat. Kalau dia adalah cinta sejatiku.

Aku benar benar diliputi cinta yang begitu mendalam. Diapun begitu. Tahu kalau ayahku tak setuju, dia mengajak kawain lari. Dan langsung kuiyakan. Sesuai dengan janji, aku naik mobil wandi, dan menjemputku di terminal.

Orangtuanya kaget, saat tahu aku melarikan diri dari rumah. Mau tak mau, Kamipun dinikahkan. Keinginanku tercapai. Pengorbananku tak sia sia. Karena suami dan mertuaku mencintaiku. Akupun melanjutkan bisnis pulsaku yang dulu kugeluti di kampung. Dan cukup menguntungkan. Karena pulsa as10 yang harga standar 13, di sana bisa kujual 15 ribu. 50 ku jual 60 ribu.

Suamiku yang keluarga petani coklat, tiap hari ke kebun. Suamikupun telah di berikan untuk dikerjakan sendiri. Aku tak menuntut untuk punya rumah sendiri. Karena aku tak ada masalah dengan mertuaku. Dan aku kira belum waktunya juga aku menuntut yang macam macam. Apalagi umur perkawinanku baru beberapa bulan. Yang aku harapkan saat itu, hamil dan punya anak. Karena temanku dulu, ada yang baru sebulan menikah sudah hamil. Dengan kehadiran seorang cucu bagi orang tuaku, aku harap itu bisa menjadi alasanku tuk datang bersilaturahmi dan bisa di terima dengan adanya cucu nantinya.

Tapi khayalanku tak seindah kenyataan.Takdirku berkata lain.Umur perkawinanku hanya seumur jagung. cinta buta itu, telah membawaku ke penderitaan yang tak pernah kubayangkan. Dan tak bisa aku salahkan. Orang satu-satunya menjadi tumpuanku, mengusirku dari rumah.

Enni! Kapan datang?” Seseorang menepuk bahuku saat lagi duduk di dekat pertigaan nunggu mobil. Sudah ada mobil mangkutana yang lewat. Tapi aku masih bingung. Sampai di sana, aku akan tinggal di mana?

Tante sanna”. Airmataku langsung jatuh. Dia saudara ibuku. “Kenapa menangis? Suamimu mana?” Kusapu airmataku. Ada secercah harapan. Aku bisa minta bantuan ke dia. “Aku di usir. Kalau tak bisa pulang bawa suamiku, aku harus minta surat cerai. Tapi aku di mangkutana mau ke mana?” tak ada orang yang kukenal selain keluarganya anto. Dan aku tak mungkin ke sana. Aku malu”. Bulir bulir air mata nampak menetes dari matanya. Dia mengusap rambutku. “Kenapa nasibmu buruk sekali nak…. Sebenarnya, kita punya banyak keluarga di mangkutana. Ada yang kenal sekali. Tante malu. Rumahnya di lembo harapan. Tahu lembo harapan?” “Tahu tante”. Jawabku cepat. “Tidak terlalu jauh dari palesu padang, rumah mertuaku”. Jelasku padanya.

Jadi kamu lagi tunggu mobil?” “Iya tante.”

Sebuah bus dari jauh datang. Sepertinya itu mobil wandi. Kata tanteku. Kayaknya sih. “Mangkutana!”. Teriak kernetnya. Mobil itu singgah saat kulambaikan tanganku. “Pergi dulu tante”. Sambil mencium tangannya. Hati-hati nak. Tak lupa ia menyelipkan uang di kantongku. Ia Melepaskan ku dengan berat hati.

Kursi bagian depan sudah penuh. Tak jadi masalah. Di lorongnyapun aku duduk sudah lumayan. “Duduk sini”. Kata kernetnya. Menunjukkan sebuah kursi kosong di samping seorang ibu muda.

doaku pada Tuhan terkabul. Rumah tante malu, ternyata di samping perwakilan wandi. Dalam perjalanan tadi, aku sempat nanya ke kernetnya. Dari dialah aku tahu. Kalau tante malu itu tinggal berdua dan tidak mempunyai anak. Orangnya baik dan ramah. Aku tenang sekarang.

Tanpa membawa pakaian, aku ke rumah tante malu. Pas disamping kanan perwakilan wandi. Tak ada yang mengantarai. Tante malu lagi duduk di teras, sedang suaminya lagi memberi makan ayamnya. Terdengar dari kejauhan suara mengaji dari masjid. Dengan penuh keheranan dia mempersilahkan aku masuk ke rumahnya saat aku memberi salam.

Saya enni. Anaknya pak Bure dari otting”. Aku memperkenalkan diri. Dia langsung kenal dengan ayahku. “Kenapa bisa ada di sini nak?”

Walaupun ini aib, tapi aku dengan jujur mengungkapkan semuanya. Karena aku berharap dia dapat membantuku mengurus surat ceraiku. “Kamu tinggal di sini saja nak”. Tawarnya tanpa aku minta saat tahu aku tak tahu harus ke mana. Itu memang yang kuharapkan. Dengan langkah ringan, aku langsung kembali ke perwakilan ambil tasku yang berisi pakaian.

Seminggu sudah aku di Mangkutana. Ternyata aku punya banyak keluarga di sini. Lebih dekat malah hubunganku dari tante malu. Yang juga tinggal di samping rumah tante malu.

***

Hp ku berbunyi. Dari mamaku. Langsung kuangkat. “Enni…..,” baru itu yang kudengar, sudah di sambung dengan isakan tangis. Akupun tak bisa membendung airmataku. “Iye ma….”. Jawabku denga isakan tangis pula. Menunggu ibuku kembali bicara. “Pulang saja nak. Ayahmu sudah memaafkan kamu.” “Benar ma?” Tanyaku tak percaya sambil menyeka airmataku. “Iya.” “Tapi ma.. Aku belum bisa pulang. Biar aku selesaikan semuanya. Aku sudah terlanjur di sini.”

Saat lagi di landa derita, kita baru merasa membutuhkan Tuhan. Selama ini, aku memang sholat. Tapi kadang bolong-bolong. Sekarang, aku benar-benar baru merasakan kehadiran Tuhan dalam hidupku. Doaku juga selalu sehabis sholat agar ayahku bisa memaafkanku. Dan berharap, ini adalah yang terakhir aku salah langkah. Doaku sudah terkabul. Sekarang, tinggal menunggu waktu, ke palesupadang, rumah anto, suamiku. Semoga dia sudah ada di rumahnya.

Nanti kita minta tolong sama pak renreng, mengantar kamu ke sana.” Kata tante malu saat kuutarakan keinginanku untuk segera ke sana.Pak renreng juga sepupuku. Sudah tinggal di sini selama bertahun tahun dan mantan kepala desa. Dia cukup disegani.

Selesai sholat duhur, aku ke rumah pak renreng. Dia tadi bilang akan berangkat setelah duhur.

Tunggu dulu. Aji belum datang dari kebun. Ia katanya mau ikut.” Katanya saat melihatku datang. “Iye.” Aku tak jadi masalah. Istrinya yang dia panggil Aji, sebentar lagi pasti datang. Karena sudah duhur. Yang penting pergi. Tante malu juga akan pergi dengan suaminya. Dia menunggu di rumah.

Akupun duduk menunggu sampai istrinya datang.

Ada rani?” Dian datang membawa sebuah kantongan hitam.”Ada di kamar.” Kata pak renreng.

Kenapa?” Rani keluar dari kamar. Mungkin mendengar ia di cari. “Tas dari bu wayan.” Diapun mengambil tas itu yang dalam kantongan. “Mau ke mana?” Heran melihat dian yang rapi. “Aku juga mau ikut ke palesupadang.” Tadi memang ia datang ke rumah. Dan tante malu mengajaknya. Biar ramai katanya.

Wah, ramai dong nanti kamu ke sana. Tapi sabar ya. Mamaku belum datang dari kebun. Dia mau ikut juga. Kalau mau cepat pergi, pergi aja panggil di kebun.” “Tidak ada kendaraan.” “Tunggu saja sampai datang.” “Kita tidak pergi?” Dian balik nanya.

Malas.” Lalu masuk ke kamar. Dian juga pulang.

Setengah jam kemudian mama rani datang dengan ember dan pisau di tangan dengan badan yang terlihat lelah. Keringatan nampak di wajahnya. . “Berapa karung?” Sambut pak renreng. “Ada 2 karung.” Dia terus berjalan menuju dapur menyimpan bawaannya.

Katanya kamu mau ikut. Ayo cepat berpakaian.” “Iya. Aku sholat dulu.”Terdengar percikan air. Ia berwudhu. Aku tetap duduk diam.

Dengan mobil phanter pak renreng kampipun meluncur. Tak lupa beberapa orang diambil di rumah tante malu. Di dalam mobil tante malu tak pernah berhenti bercerita. Ada ada saja yang ia ceritakan ke istri pak renreng yang duduk di depan. “Besok, saya mau petik coklat lagi. Pasti sudah banyak yang masak. Karena sudah setengah bulan aku tidak petik.” “Iya. Saya liat tadi memang banyak yang masak.”

Kebun pak renreng dan tante malu dekatan. Sebenarnya, itu juga kebun pak renreng, tapi digadai oleh tante malu. Sampai sekarang belum bisa dikasi keluar.

Tadi saya sempat petik lombok. Berapa sekarang harga lombok?” Tanya istri pak renreng. “12rb perkilo kemarin kujualkan.” Kemarin, aku juga ikut petik lombok di kebun tante malu. Lumayan ada 3 kg.

Di depan lagi. Rumah tinggi pagar warna biru.” Jelasku tentang rumah anto. “Ya! Ini!” Kataku lagi setelah sampai pas di depan rumahnya. Pak renreng langsung membelokkan mobil itu masuk ke halaman rumah. Ibu mertuaku yang lagi menggaruk coklat, menghentikan kerjanya.

Melihatku keluar dari mobil, langsung datang padaku dengan sukacita. Mempersilahkan kami semua naik. Tapi hanya aku, sare dan pak renreng yang naik ke rumahnya yang terbuat dari kayu dengan gaya bugis. Yang lainnya duduk di bawah rumah.

Dia tak pernah kembali nak, sejak dia pergi.” Cerimtanya dengan berurai airmata. Kedatanganku sia sia. Dia tak ada. Masih lengket dengan istrinya.

Dalam agama, 6 bulan suami tak memberi nafkah, maka akan jatuh talak. Biarpun kamu tdk mempunyai surat talak. Itu hanya formalitas saja.” Jelas pak renreng padaku. Saat perjalanan pulang.

Biarlah besok aku kembali ke bone. Kembali ke keluargaku. Suamiku yang entah di mana rimbanya, tak usah kupikirkan. Biarlah aku menenangkan diri dulu. Dan merenungi, semua yang telah terjadi pada diriku. ***


1 Ma. Maafkan aku

2 Mana suamimu?

3 Datang baik-baik

Guru Baru (cerpen)

Guru Baru

“Nur!” kuhentikan langkahku. Menunggu Tenri yang berlari-lari kecil mengejarku.

“ada apa?” Tanyaku. “tungguin aku dong! Mau ke kantin kan? “ “iya”.

Kantin Bu Sari memang selalu penuh dengan siswa. Selaian komplit jualanya, ada mie, lontong, nasi kuning, rasanya enak. Harga bisa sama, tapi warung Bu Sari selalu jadi pilihan. Mana porsinya lebih banyak, tempatnyapun luas. Baik hati lagi orangnya. Kadang kalau aku lupa bawa uang, ia kan dengan senang hati ngasih ngutang.

“aku nasi kuning, bu” makanan kesukaanku di sini selain lontong, kupesan padanya.

“kalau aku lontong bu”. Nri tak mau ketinggalan.

Bangku sudah penuh semua. Kamipun duduk dibalai bamboo tempatnya Bu Sari duduk menunggu para siswa yang mau pesan.

Sambil makan, Tenri bercerita kalau ada guru baru.

“ namanya siapa?” tanyaku penasaran juga. Soalnya dari tadi dia bilang ganteng, manis, cakep, imut-imut….. “Bu Bia guru matematika kita kan pidah ke SMP. Mungkin dia gantinya”. Lanjutku lagi walau pertanyaan yang tadi belum di jawab olehnya karena lagi mengunyah-ngunyah makanannya.

“ngga tau juga sih. Ngadi yang bilang kemarin. Katanya sih orang bone. Berarti sekampung dengan kamu dong. Mungkin aja kamu kenal. Iya kan?” menatap serius ke arahku.

“Eh….memangnya Bone itu selebar daun kelor apa? Sehingga semuanya aku tau kalau ia dari Bone. Lagian, biarpun aku orang Bone, ku ngga pernah tinggal di Bone. Palingan juga hanya berlibur satu minggu. Asal kamu tau aja ya…. Bone juga termasuk kabupaten yang terluas di sulawesi selatan”. Nada bicaraku meninggi.

“Aku kan Cuma bilang… mungkin. Kalau ngga tahu nggak usah marah gitu lagi!”

***

“Assalamu alaikum , anak-anak………..”

“walaiakum salam, pak”. Semua siswa menjawabnya dengan semangat. Tenri yang memang dari tadi penasaran dengan guru baru ini, bahkan matanya tak mau lepas memandang ke depan. Anak-anak pun kasak kusuk. Macam-macam pertanyaan dari siswa. “perkenalan dulu pak”. “nama pak”. “Status pak”. Pak guru baru itu hanya tersenyum melihat keagresifan para siswa yang centil-centil. Biasa. Anak SMA. Lagi puber. Gak bisa lihat cowok ganteng.

“Perkenalkan, nama bapak, Muhlis” mulai memperkenalkan diri. Nampaknya akan jadi idola baru nich dikalangan siswa ataupun guru guru. Soalnya keren dan ganteng.

“status…….” Semuanya diam. Menunggu kelanjutannya. Pak Mukhlis juga nampaknya sengaja menunda kalimatnya. Kuyakin. Semuanya pasti patah hati. Orang secakep dia pastilah sudah punya istri. Minimal anak sudah 1. dia kan orang Bone. Biasalah orang bugis. Biarpun masih SD anaknya sudah dinikahkan. Dan kekeluargaannya masih sangat kental. Di jodohkan sejak kecil dengan keluarga-keluarga. Biar hubungan semakin erat katanya. Tapi buktinya, kakak pertamau Hamka, yang menikah dengan sepupu satu kaliku Monic, tidak baikan. Akhirnya para orang tua juga saling musuhan dan saling menyalahkan selama bertahun-tahun. Sekarang sih sudah mulai saling bicara. Makanya, kakak keduaku Rani, yang juga sudah ngajar di SMP I tidak dijodohkan lagi. Dia di berikan kebebasan tuk memilih sendiri. Itu menurutku. Karena kutak pernah dengar soal perjodohannya dengan sesorang. Atau mungkin memang tak ada keluarga yang ingin berjodoh dengannya?

“masih single”. Ucapnya sambil tersenyum. So sweet….manis banget senyumnya. ada gingsulnya pula.

“yes!!!” sorak Tenri yang duduk di sampingku.

“emang, apa mengaruhnya kalau dia dia single?” tanyaku heran. “jangan salah ya. Banyak kok guru cowok yang nikah sama muridnya”. Jawabnya dengan senyum tersungging di bibirnya. Dasar. Belum apa-apa sudah mikirin kawin. Tamat sma aja belum. “prihatin dong sama ibu-ibu guru kita yang masih jomblo”.

***

“muhlis…..” sepertinya, ku kenal dengan nama itu. Kayaknya aku pernah baca tentang ….sosok muhlis yang ganteng, putih, keren, tinggi, religius, hampir sama dengan sosok pak muhlis guru baruku. Tapi, tulisan tentang apa ya…. di mana…….

ah! mungkin perasaan ku saja. Dan perasaanku kurang bisa di percaya. Karena berkali-kali aku kecewa, karena terbawa perasaan. Merasa di perhatiin… di beri senyum sama cowok ganteng. akhirnya kegeeran. Dengan PD kudekati dia bermaksud berkenalan. “eh cewek. Tuh merek bajunya masih tergantung.” Alamak….malunya aku. Ternyata aku di tertawain. Gara-gara lupa mencopot merk baju baru yang aku pakai. aku salah sangka.dan, banyak lagi kejadian memalukan lainnya, karena korban perasaan.

Sekarang, lebih baik aku mengerjakan tugas dari guru bahasa indonesiaku. Buat puisi. Tapi, ngomong-ngomong soal puisi, aku mau nulis tentang apa? Aku nggak tahu sama sekali nulis puisi. Tapi, aku nggak perlu khawatir. Ada kak Rani kok.

Aku keluar kamar mencari kak Rani di ruang TV. Biasanya sehabis makan, dia nonton TV. Tidak ada. Berarti di kamarnya.

“kak. Buatkan puisi dong!” rengekku padanya, yang tidur-tiduran sambil baca buku.

kak Rani memang bukan seorang pujangga. Tapi menurutku,dia berbakat banget. Aku pernah membaca beberapa cerpen dan puisi-pisinya yang bertema cinta yang telah ia bukukan. Di ketik computer lalu di jilid jadi satu. Menurutku, tak kalah dengan yang ada di majalah-majalah. Ceritanya bermakna. Bisa membuat kita merasakan, apa yang dirasakan oleh seseorang yang ada di cerita itu. Malah, cerpen-cerpen yang ada di majalah sekarang ini tak begitu menarik menurutku. Ceritanya asal. Tak memuaskan.

“belajar dong buat sendiri. Biarpun jelek asal karya sendiri.” Sudah kuduga. itu jawabannya.

“ngga tau kak. Gimana sih caranya supaya bisa buat puisi?”.

“sebenarnya, kakak ngga bisa buat puisi juga dulu. Hanya kakak suka aja menuliskan segala uneg-uneg kakak dalam buku diari. Lama kelamaan, kucoba tuk buat puisi maupun cerpen. Makanya, dari sekarang kamu harus belajar menuangkan segala perasaanmu dalam tulisan. Siapa tau aja kamu nanti bisa menjadi penulis terkenal”. Rentetatan katan-katanya sudah menyiratkan. Aku harus buat sendiri. Dengan lunglai kulangkahkan kakiku keluar tanpa menghasilkan sebuah puisi.

“aku benar-benar sudah ngantuk berat. Tapi sebaris puisipun belum ada yang kutulis. Aku tak tahu. Bagaimana cara memulainya? Temanya aja belum aku dapat.Mau buat puisi tentang apa?

***

“sudah selesai puisinya…?” Tanya bu Wayan pada kami dengan mata menyelidik. Tapi kuusahakan untuk tenang. Biar tidak ketahuan.

“sudah bu……” tak kusangka, suaraku yang paling keras menjawab membuat mata bu Wayan langsung beralih kepadaku.

Mati aku! Kalau ketahuan, pasti aku kan dikeluarkan dan di jemur di depan kelas, sampai pelajarannya usai.

“ok! Siapa yang bisa baca didepan puisinya?’ syukur….kirain aku yang akan di tunjuk.

Nggak ada seorangpun yang angkat tangan. Kulihat Tenri telah ada sebuah puisi di bukunya. Judulnya aku ingin jatuh cinta lagi

aku ingin jatuh cinta lagi

Sudah berulangkali aku jatuh cinta.

Rindu bila tak bersamanya.

Sunyi bila tak mendengar suaranya.

Berdebar kala bertemu dengannya.

Kesal menjadi senyum

marah menjadi tawa.

Gelisah menjadi riang

Galau menjadi bahagia

indahnya jatuh cinta.

walau pahit terkadang kurasakan

walau getir terkadang menyiksa

walau emosi terkadang menyerang

walau kecewa terkadang menyengat

aku tetap ingin jatuh cinta lagi

Sudah berulang kali aku jatuh cinta.

Tapi, Tak pernah jera aku jatuh cinta

Karena cinta membuat hidupku menjadi berwarna

Hebat benar puisi tenri. Tapi, palingan nyontek juga dari majalah. Nggak mungkin dia yang nulis sendiri. Dia nggak punya tampang jadi pujangga.

Kugaruk kepalaku yang tak gatal. Kebiasaanku yang kali ini, tak kuduga, membawa kesialan bagiku. Karena bu Wayan mengira, aku angkat tangan. “Ya! Kamu yang angkat tangan “ awalnya, kukira santi yang ditunjuk. Yang duduk pas dibelakangku. “kamu, Nur!” Santi memberitahuku. “Ha!” Aku langsung kaget dan pucat. “ya. Nurmi. silahkan maju kedepan”. Jantungku langsung terasa mau copot.

Dengan tangan gemetaran, Kuambil sebuah buku dari dalam tasku. Aku ketiduran tadi malam tanpa menghasilkan apa-apa. Paginya, aku malah terlambat bangun. aKu ke kamar kak Rani. Untungnya dia sudah pergi ke sekolah, jadi kubebas mengobrak-abrik kamarnya. Akhirnya kudapatkan juga yang aku cari.

“Sayakan bilang, buat sendiri!” Matanya melotot. Seperti ikan koki. Mau keluar biji matanya. Dia tahu? Kalau yang ada di tanganku bukan karyaku? Tapi, aku harus tetap bertahan. Terlanjur basah.

“I..ni kumpulan puisi saya bu. Sudah lama saya ketik lalu kuprint dan kujilid.” Alasan spontan yang keluar dari mulutku. Semua teman-temanku terdiam. Tak ada satupun temanku yang protes. Karena aku memang nggak idiot amat. Masuk 5 besarlah. Paling mereka hanya antara percaya dengan tidak. Kalau aku bisa sekreatif itu. Bisa menghasilkan karya.

Diraihnya buku itu dari tanganku. Dia hanya membaca sampulnya. “kumpulan puisi dan cerpen. Kamu bisa buat cerpen juga?”. Aku menuduk. Yang mungkin di artikan anggukan olehnya. Padahal takut menatap matanya. “ana’daraug. ini, nama samaranmu ya?” “Iya bu?.” Untung kak Rani tidak menuliskan nama aslinya di situ. Jadi aman.

“Ok. Kalau begitu, silahkan baca. Dan bukunya nanti, kasi ke ibu. Saya mau periksa. Benar tidak itu karyamu. Silahkan di baca.”

Siapa takut. Kuyakin. Bu Wayan juga tak bisa membuat puisi ataupun cerpen seperti karya kak Rani. Aku juga sering baca puisi atau cerpen di majalah-majalah remaja. Cerpen kakakku malah terkadang lebih bagus. Hanya mungkin kalah nama. Dan pendatang baru. Sehingga cerpennya tak pernah di muat. Tak diperhitungkan.

BayangMu dan bayangnya

Tuhan……bukan aku menafikanMu,

Bukan aku melupakanMu,

Dan bukan pula aku mengingkariMu.

Kucoba…tuk tetap khusuk mengingatMu……..

Dan dengan memejamkan mata,

Kukira aku mampu menggapaiMu

Dan meraih bayangMu.

Namun……

Ternyata sudut mataku hanya menangkap bayangnya ya……..Allah.

(sory ya, ya Allah.)

Senyumnya yang menawan……..

rambutnya yang brekele

“ha.ha ha" semuanya langsung tertawa mendengar kata-kata brekele. Dan mata merekapun menoleh ke Rahman yang rambutnya memang brekele. Aku ikut tersenyum.

Bayangnya telah meluruhkan konsentrasiku

Tuk tetap mengingatMu, ya……..Allah!

Jangan salahkan hambamu ini ya,

Ya Allah…….yang terlena akan cinta….

Karena dari kau jualah segala zat cinta di alam manusia.

Tepuk tangan yang riuh dari teman-teman. Nampak kepuasan dari sudut matanya. Aku tersenyum penuh kemenangan. Karena berhasil lolos dari hukuman. Bu wayanpun senyum-senyum mendengar puisiku. Soalnya lucu sih. Tapi mempunyai makna yang dalam. Karena itulah kenyataannya. Ketika kita jatuh cinta, kita terkadang lupa segalanya. Yang ada didalam ingatan hanya sang pujaan hati.

***

Benar kata orang. Tidak selamanya yang kita anggap buruk itu buruk. bisa saja itu menjadi hal yang baik. Terbukti. Rahman yang rambutnya brekele itu, nembak aku esoknya, gara-gara puisi itu. Di kiranya mungkin, aku terinspirasi dengan dirinya selama ini, sehingga terciptalah puisi itu.

Dia rangking 2 lo dikelasku. Aku langsung terima aja. Soalnya malu juga sih jomblo melulu. Dibilang ngga laku sama temana-teman. Soal cinta urusan belakang. Perjalanan kan masih panjang. Minimal ada yang antar jemput ke sekolah. Dan julukan the best jomblowati akan hilang dari diriku.

Dari kelas 1 sampai kelas 2 sekarang, baru kali ini aku pacaran. Paling Cuma naksir-naksiran. Tapi tak pernah jadian.

Aku heran aja sama kak Rani. Kok bisa-bisanya nulis puisi yang lucu kayak gitu. Menurut dia sih, semua puisi yang ia buat berdasarkan pengalama pribadi. Dan puisi ini ia buat saat ia jatuh cinta sama kakak tingkatnya yang rambutnya gondrong dan brekele yang menjadi guru les pianonya dikampus dulu.

“Rahman! Temani aku dulu ke kantor ya. Bu Wayan manggil aku….” Saat jam pulang.

“ada masalah apa Bu Wayan manggil kamu?”

“mungkin kasi kembali buku ku yang kemarin”.

Sebenarnya, Hatiku deg degan. Mungkinkah bu Wayan tahu? Kalau itu bukan karyaku? Ah. Tidak mungkin.

Kantor lagi sunyi. Hanya ada bu Wayan. Guru-guru yang lain sudah pada pulang semua. Kulihat buku puisi itu lagi ia baca.

“ada apa bu?”

“nih bukunya. Makasih ya “

“sama-sama bu” syukur deh. Kirain mau introgasi lagi.

“Nurmi…..” tersenyum penuh makna. Kayaknya ada sesuatu yang mau dia ucapkan. Tapi ragu. Apa dia masih ragu ya kalau benar-benar aku yang menulisnya.

“cerpennya bagus, ya?”

“tentu dong, bu. Soalnya cerpen ini dibuat dari hati. Dan sebagian ceritanya adalah pengalam pribadi”. Jawabku mantap. Kata-kata yang selalu di ucapkan oleh kak Rani, saat aku memuji karyanya.

“berarti, kamu benar-benar cinta ya sama pak muhlis?” tanyanya dengan nada menggoda.

“Ha! Pak muhlis?” aku kaget. Apa hubungannya? Aku langsung menoleh ke Rahman. Raut mukanya langsung berubah. Aku menyesal mengajak Rahman kalau ceritanya jadi panjang gini. Ada misunderstanding lagi nih nampaknya.

“iya…Soalnya, ibu baca, semua yang jadi tokoh utamanya, adalah Muhlis. Ada salah satu cerpenmu yang berjudul ada cinta dalam canda. Karakter muhlis yang ada di cerpenmu benar-benar mirip dengan pak muhlis”. Ku tak mampu berkata-kata. Rahman langsung pergi. Mendengar kalimat terakhir bu Wayan.

Benar kata orang. Kalau awalnya buruk, maka buruk pulalah akhirnya. Hal ini terjadikan karena aku berbohong. Gimana ya cara menjelaskannya ke bu Wayan dan rahman? Untung HP bu wayan berbunyi. Akupun pamit tuk mengejar Rahman saat ia sibuk menerima telfon.

Rahman kemana sih. Dia ngga ada ditempat parkir. Ku sms aja ah. Kalau kutelfon, pasti ngga akan diangkat. Kayaknya dia marah banget. “Say…kamu salah paham. Sebenarnya, bukan aku yang nulis cerpen itu. Tapi kakak aku”. Tak berapa lama ada balasannya. “berarti puisi itu bukan kamu yang buat kan?” .. “iya. Tapi dari dulu aku suka sama kamu kok. Jadi, jangan marah lagi ya?”.

Rahman percaya juga. Dan menemuiku di tempat parkir. “mana sih bukunya? Aku penasaran mau baca.”

“Iya ya!. Bukunya nggak aku ambil tadi. Kamu sih….ngambek.”

Aku berdua kembali berjalan kea rah kantor. Kuhentikan langkahku saat masih di belakang kantor. Aku mengintip yang diikuti Rahman dari balik jendela karena mendengar percakapan pak Muhlis dan Bu Wayan. Sepertinya, yang dibicarakan tentang kami.

“Ada apa bu dengan anak-anak itu tadi?”

“nggak ada apa-apa pak. Cuma mau kembaliin buku cerpennya Nurmi”.

“o…..”

“bapak ngajar kan di kelasnya nurmi?”

“iya”

Bu Wayan nampaknya menarik sebuah kesimpulan sendiri dengan senyuman kecil di sudut bibirnya.

Iapun tak bertanya lagi. Sedang pak Muhlis mengambil buku yang ada didepannya dan membukanya. Tadi, buku itu sempat aku ambil. Tapi kuletakkan lagi di meja pak muhlis karena kaget mendengar pernyataan Bu Wayan yang di luar dugaan. Masa aku suka sama yang tua kayak pak muhlis. Nggak lah. Aku bukan Tenri lagi!

Ia tertawa sendiri membaca sebuah puisi di halaman depan. Pasti Bayangmu dan bayangnya. Setelah itu ia membuka-buka lagi. Matanya tertuju pada sebuah cerpen yang membuat kenignya berkerut. Nampaknya ada sesuatu yang menarik. Ia lalu membalik ke halaman sebelumnya. Dari jendela dapat kulihat tulisan judulnya yang ada cinta dalam canda. Karena tulisannya memang besar. buku itu telah berulang kali aku baca. Sayangnya, ending dari cerpen itu tak asyik. Cinta sang gadis tergantung. Sinyal cinta dari si cowok telah ia rasakan. Tapi kalimat cinta tak pernah terucap hingga keduanya tamat kuliah dan si gadis kembali ke kampungnya.

“ada apa pak? Kok bengong gitu?” ternyata, dari tadi bu Wayan memperhatikan tindak tanduk pak Muhlis.

“ku heran saja dengan cerpen ini. Ini mengingatkakku ketika aku masih kuliah di Bone dulu. Kok ceritanya mirip ya dengan kisahku. Namanya pun sama. Tempat kejadiannyapun sama”

‘berarti benar dong, kalau ada teman kuliah bapak yang sering menggoda dengan kata-kata ganteng, rindu…..

Anggukan kepala cowok ganteng yang ada di depannya memberikan jawaban yang jelas.

“sebenarnya, aku suka juga dengan dia. Sayangnya, aku sudah ditunangkan. Dan aku tak mau mengecewakan orantuaku. Akhirnya, akupun menjauhinya. Karena aku takut, dia berharap banyak padaku dan aku tak mau menyakiti hatinya. Namun takdir berkata lain. Tunanganku menikah dengan orang lain. Aku kecewa. Bukan karena dia menikah. Tapi, kecewa, karena kutelah menyia-nyiakan cinta orang yang teramat kucintai. Ibu tau…. Setelah tamat kuliah Dia pernah nelfon sekali. Waktu tau kalau sudah punya hp. Karena saat itu hp masih barang langka. dia sms. Mengungkapkan semua isi hatinya. Tapi, Aku tak pernah membalas smsnya. Karena itu hanya kan memberikan harapa semu padanya”.

Bu Wayan nampak menikmati cerita itu. Penasaran mendengar kelanjutan kisahnya.

“Aku begitu senang, ketika mendapatkan tugas ngajar di sini. Di luwu timur. ke sini, berharap bisa mencarinya. Aku juga tak tau pasti alamatnya di mana. Tapi aku yakin, suatu saat pasti bertemu. Apalagi profesi dia juga guru.”

“namanya siapa pak? Kenapa tidak bilang dari dulu? “

“namanya Rani”

“yang namanya Rani banyak. Istrinya pak agus, juga Rani namanya. Guru di smp sebelah juga Rani namanya. Sekarang lagi hamil.”. Pak Muhlis langsung kaget. “hamil?”

“tenang dulu pak. Memangnya dia guru apa?”

“b. inggris!”

“berarti bukan. Karena yang di sebelah guru Kn. Ada lagi satu yang namanya Rani. Tapi aku lupa guru apa. Nanti deh aku Tanya nurmi. Karena…”

“Assalamu alaikum” di pintu kantor seseorang mengetuk pintu. Pak Muhlis yang muslim tentu saja refleks menjawab salam itu.

“panjang umur. Kok bisa sih kebetulan seperti ini? Kita guru…..” tak jadi melanjutkan pertanyaannya. Karena Pak Muhlis menatap lekat kea rah bu Rani yanga ada di depannya. Sedang Bu Rani, sepertinya tak percaya dengan penglihatannya. Bu Wayan ikut terdiam, melihat kedua insane ini hanya bertatapan heran. Bu Rani inikah yang di maksud pak Muhlis?

“Muhklis…?” dengan ragu, Rani menyebutkan nama cowok yang ada di depannya.

Aku lebih-lebih lagi. Kok Kak rani kenal pak muhlis?***




laptop mini rani

LAPTOP MINI RANI.


Rani bergegas keluar kelas setelah mengucapkan. “Thank you mam”. Yang di jawab Bu Nurmi “your welcome”, guru b.Inggrisnya. “Ran! Tunggu dong...” “Eh, Mirna. Kita pulang bareng yuk?” “Yuk!”

Di kamar, Rani termenung sendiri. Tugas yang di berikan guru bahasa inggrisnya membuatnya berfikir keras. Mentranslate cerita yang harus di ketik computer lagi. Banyak sih yang punya rental komputer. Tapi biayanya bisa di bilang gila gilaan. Masa perlembarnya 2500. Padahal kalau di Makassar paling cuma 1000. Cetak fotopun begitu. Ukuran 3x4 aja 2500 perlembar. Membuatnya tak pernah cetak foto kecuali terpaksa. Seperti minggu lalu.Guru meminta foto 3x4 2 lembar, untuk buku induk dan raport.

Alasan mereka pasang harga mahal karena tinta mahal 30 ribu. Di bandingkan di Makassar yang hanya 18 ribu. Itulah resikonya kalau tinggal di pedalaman yang baru tersentuh dengan tekhnologi canggih. Karena persaingan belum ketat, Hargapun menanjak.

Mendengar azan duhur, Rani terbangun untuk sholat. Ibunya lagi nonton tv sendirian. Di rumahnya yang sederhana namun terbuat dari beton itu, tinggal Rani dan 2 adiknya dan 1 kakaknya yang semuanya laki-laki. Kakaknya yang laki-laki seorang pemain sepak bola paling datang makan lalu pergi lagi. Apalagi sekarang dia lagi sibuk mempersiapkn turnamen piala bupati bulan depan. Sekarang, palingan lagi ke Malili untuk mengambil dana proposal. Karena kemarin dia di telfon sama pegawai di kantor bupati untuk datang ini hari. Karena pak bupati akan pergi ke jakarta.

Selesai sholat asar, dia langsung menarik kursi lalu duduk di depan meja belajarnya. Ia bingung. Sekilas ia mengalihkan pandangannya ke tv yang langsung bisa di liat dari kamarnya. Ibunya masih serius nonton. Kini pandangannya beralih ke arah ibunya yang masih duduk di atas kursi plastik. Ibunya masih muda. Mungkn berumur 30 tahun lebih. Namun karena sakit-sakitan membuatnya sekarang semakin kurus. Bukan hanya penyakit jasmani. Nampaknya juga rohani yang lagi menderanya. Suaminya yang sudah 1 bulan tak pernah memberi kabar. Kabar terakhir Pak Mustafa sudah masuk hutan Kalimantan untuk mengoperasikan alat-alat berat. Itu berarti dia tidak akan bisa di hubungi sampai ia keluar hutan. Karena di hutan tidak ada jaringan. Uang di tangan semakin menipis. Jualan bajunya yang tiap hari pasar ia jual semakin sedikit. Karena modal yang seharusnya di putar sedikit demi sedikit menipis untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Itulah yang membuat Rani sedikit segan meminta uang ke ibunya, yang begitu sabar menghadapi cobaan demi cobaan.Namun sedikit ia bisa lega. Karena cobaan terberat yang di hadapi keluarganya pada tahun 2007 sangat beruntun telah berlalu.

Awalnya, Ayahnya bermasalah dengan tanah yang ia gadai. Kakaknya Juan yang pemain sepakbola bentrok dengan lawan mainnya. Akhirnya ia babak belur pulang ke rumah. Adiknya Ellung yang berhenti dari sekolah karena nakal dan tidak naik kelas, di tuduh mencuri di rumah tantenya. Syukurlah, semuanya bisa terselesaikan dengan baik. Adapun Ellung terbukti tidak bersalah. Ternyata anak lain yang mencuri yang memiliki perawakan yang mirip dengan Ellung.

Rani mulai membuka buku tulis dan cetaknya. Bukan jadi masalah, kalau seandainya tugas yang harus di ketik ini hanya b.Inggris. Tapi, karena Makalah sejarah, ekonomi, puisi b.Indonesia, semuanya menunggu untuk di ketik. Tentunya membutuhkan money yang tidak sedikit.

Rani…..!” Panggilan dari Puang Ina. Panggilan Bu Ina kalau di rumah. Bu Ina adalah guru b.Inggrisnya sewaktu smp.

Masukki Puang Ina. Ina langsung melepaskan tasnya. Dia memang akhir-akhir ini sering bermalam di rumah Rani, Jika orang tuanya lagi pergi berkebun di Pendolo, Sulawesi tengah. Daripada tinggal di rumah sendiri mendingan dia bermalam di rumah kakaknya. Tapi Ina memilih tidur di rumah Rani yang berdampingan dengan rumah kakaknya. Karena Rani adalah adik ipar dari kakaknya hamzah.

Lagi kerja apaan?” tanyanya sambil mengambil bantal guling lalu memeluknya. Tapi matanya tak terpejam. Masih memperhatikan Rani yang lagi menulis.

Lagi merangkum. Besok mau di ketik computer”. Dia berfikr sejenak. “Berapa kalau ketik sama kita?” Ia tahu, tak mungkin ia minta gratis pada Puang Ina. tapi setidaknya pasti ada kortingan. Setidaknya ada pembeli tinta dan pembayaran listriknya.

Ku bisa kasi kamu 500rupiah. Pengetikannya sih gratis. Hanya printnya aja yang kamu bayar. Soalnya aku print di teman. Printku sudah lama rusak..” Ini harga yang sangat murah. Karena di tempat lain kalau ketik sendiri paling murah 1000. itupun harga teman. Tapi kalau harga sebenarnya 2000 ketik sendiri. Hanya printnya aja yang di bayar 2000 rupiah.

Tapi kamu yang ketik sendiri”.

Ketik sendiri? Wah! Jauh banget Puang kalau mau pergi ke rumahta mengetik. Lagian banyak sekali”.

Kalau begitu…..Pakai aja laptopku”. Tawarnya pada Rani. Tapi Rani malah heran.

Memangnya kita punya laptop?”

Ia! di tas. Pake aja”. Lalu mulai memejamkan mata. Ia membiarkan Rani dalam keheranan. Rani Cuma menatap heran ke tas Ina yang ukurannya kecil . Paling yang bisa masuk hanya dompet, hp, dan spidol. Itupun harus di susun baik biar resletingnya bisa di tutup. Bu Ina cuma tersenyum ketika membuka mata dan Rani masih tetap menatap pada tas yang tergantung di balik pintu. Tanpa ia bukapun, ia sudah tahu apa saja isi tas kecil itu. Makanya ia tak beranjak tuk mengambil tas itu dan memeriksanya.

Tahu kalau Rani lagi bingung. “kamu juga punya kok.”

iya. Lap kaki. He…..3x”. menyadari kalau lagi dikerjain. Lalu melanjutkan penulisannya tugasnya.

HPmu bisa kok jadi laptop mini”. Ternyata Bu Ina serius. Ia menyuruh Rani mengambil HP nya yang lagi di cash di dekat TV. Ia pun berdiri dan mengambil HP nya. Setelah itu duduk di tempat tidur memperhatikan apa saja yang di buka untuk bisa mengetik di HP dan kemudian dapat di masukkan di computer lewat bluetooh.

“Sekarang kamu buka SELEQ”. Berusaha menjelaskan cara menulis di hp yang kemudian bisa di kirim ke computer tuk di edit, kemudian di print. Tapi tidak semua HP bisa. “setelah masuk seleq, pilih file yang ada tulisannya TEXT. Karena file ini bisa di baca di computer. Bisasanya file seperti ini terdapat di sistem file. Kopi filenya dulu, lalu tempatkan di folder lain atau buatkan folder tersendiri. Hapus isinya lalu mengetiklah sesuai dengan keinginan kamu. Nama filenya juga bisa kamu ganti dengan judul makalah yang kamu tulis”.

Nampaknya Rani tidak terlalu mengerti dengan penjelasan lisan. Ia pun menyuruh Rani tuk menulis cara-caranya. Di program SELEQ ini memang kudu hati-hati. Karena kalau tidak paham, bisa-bisa program HP nya malah hilang. Berarti harus di software ulang. Sedangkan software ulangkan biayanya kurang lebih 100.000.

Dari dulu ia bercita-cita mau beli computer. Tapi dia sadar diri dengan kondisi keluarganya saat ini. Beli laptop tak pernah ada dalam pemikirannya. Computer aja tak bisa beli. Tak pernah ia sangka kalau hp second nokia 6600 yang di beli oleh kakaknya dengan harga 500 ribu kini bisa jadi laptop mini.

***

“Ran…tolong ketikkan ini ya..” orderan yang ke lima yang ia terima hari ini. Keluar main, Rani tetap standbye di tempat duduknya. Dia selalu sibuk dengan hpnya akhir -akhir ini. Di ruangan kelasnya yang hanya beberapa orang, jelas sekali terdengar tindisan-tindisan dari tuts-tuts hpnya. Tek tek tek. Begitu aja kedengaran. “Mirna! Tolong dong bacain” panggilnya pada sahabatnya ini yang dari tadi Cuma duduk memperhatikan Rani yang begitu lancarnya menulis di HP. Ia pun membacakannya. Saking seringnya di pencet, huruf-hurufnya sudah tak jelas. Tapi, Rani tetap lancer mengetiknya. Dan iapun tak berminat tuk mengganti kasingnya. Dengan begitu, hpnya aman. Karena takada yang mau meminjam hpnya. Mau nulis sms pasti kesulitan kalau bukan si empunya. Tak tahu di mana a b c d dan lainnya.

Dia tidak mau keluar. Karena semua pengetikan yang Ia terima, harus selesai besok. Karena besok semuanya akan di kumpul. ”yess!!!” soraknya. Satu orderan telah selesai karena ada Mirna yang membantu proses pengetikannya. Nanti sore pasti semuanya selesai. Setelah itu ia akan ke rental computer yang sudah ia ajak kerjasama. Karena Bu Ina juga sibuk. Printnya Cuma bayar 500 rupiah. Kan sudah di ketik lebih dahulu. Editnya kan paling berapa menit aja selesai. Gak lagi printnya minta tolong sama Bu Ina. Merepotkan sih. Gak enak juga. Karena terkadang di kasih gratis.

Dia menghitung penghasilannya selama sebulan ini dengan pengetikan yang ia terima. Lumayan. Ada 300 ribu. Perlembarnya dengan keuntungan 2000 membuatnya selalu semangat mengerjakan pekerjaannya ini. Uang itu ia serahkan ke ibunya. “sebagai tambahan modal ma.” katanya pada mamanya yang menatap heran. Ibunya terharu setelah mendengar penjelasan anaknya ini. ‘Trima kasih ya nak…..sabar ya nak…Mudah-mudahan bapakmu nanti pulang bawa uang banyak. Kamu bisa beli computer bekas”.

Sepertinya Rani lagi sepi orderan. “apalagi ya yang bisa kulakukan dengan laptop miniku ini?” tanyanya dalam hati.

Bu Ina kembali datang bermalam. Pasti kedua ortunya pergi lagi. Kebetulan malam minggu. Jadi, santai. Tadi Bu Ina janji mau traktir Rani makan pangsit di mas Jarot karena siswa kursusannya banyak yang membayar ini hari. Di tambah lagi Rani yang memang ada bakat dalam bahasa inggris membantunya untuk mengajar siwa-siswa kursusan yang pemahamannya kurang yang juga masih satu sekolah dengannya. “lagi nagapin ki?” dari tadi ia lihat Bu Ina terus nulis di hpnya. Mungkin terima pengetikan juga. Walaupun Bu Ina punya computer, tapi ia biasanya mengerjakannya terlebih dahulu di hpnya. Karena sibuk ngajar sana sini. Jadi tak ada waktu tuk berhadapan langsung dengan computer cukup lama. Mana sering mati lampu lagi. Kalau pulang terkadang sore, sudah capek dan ngantuk. Setelah selesai di ketik di kirim ke computer via Bluetooth. Setelah di edit sedikit barulah di print. Prosesnya memang cukup cepat. “lagi buat cerpen. Siapa tahu aja bisa di muat”.

Ia ingat. Bu Ina pernah memperlihatkan cerpen hasil karyanya. “Bagus juga kok. Sudah kayak cerpen yang ada di majalah-majalah”, komentarnya waktu itu.

“iya, ya. Sekarang aku juga harus belajar tuk menulis cerpen. Siapa tahu aja bisa jadi penulis terkenal. Kayak Habiburrahman. Pengarang novel ayat-ayat cinta yang meledak itu…”

“benar sekali. Ingat kan, apa kata Fahri di novel itu? Takdir itu ada di ujung usaha manusia. Takdirmu kamu yang tentukan sendiri. Who knows nasib kamu dimasa datang seperti para penulis itu?”

Pikiran Rani langsung melayang-layang. Sudah membayangkan dirinya jadi penulis yang di kenal banyak orang. Karya-karyanyapun banyak yang di angkat ke dalam layar lebar. Tidak lagi memakai laptop mini dalam mengarang. Tapi benar-benar laptop. *****the end-020408