tiket pesawat murah

tiket pesawat murah

Kamis, 09 Juli 2009

mimpi

MIMPI


Hari ini Hari lebaran.Tgl 8 desember 08. aku hanya tinggal di kamar. nggak keluar. Walaupun suara takbir berkumandang dari masjid sudah dari tadi terdengar. Aku lagi M. Jadi nggak ke masjid. Walaupun nabi menyuruh semua orang, mulai dari kakek nenek, orang tua, dan anak-anak tuk pergi berbondong-bondong menyambut hari raya yang fitri nan suci. Tapi aku nggak pergi. Karena tanpa ke mesjd aku bisa mendengarkan khutbah yang sangat jelas sampai ketelingaku. Rumahku dan masjid tetanggaan. Depan rumahkupun 2 tahun sekali di tempati tempat sholat id.

Mataku yang ngantuk karena begadang tadi malam membuat buras dan tumbu’ pelan-pelan membawa pikiranku menuju kealam maya. Khutbah hari Raya hanya sedikit saja yang aku dengar. Hanya pembukaannya saja.

***

Lagi boring di rumah. Hari minggu pagi, enaknya jalan-jalan. Kuputuskan ke rumah Bu Umi. Sekalian ziarah dan makan salak gatis. Memasuki lorong, di depan sebuah SD aku menoleh kearah kiri. Biasanya sih hanya melirik. Mencari bayangan seseorang yang nggak pernah menginginkanku. Tapi, melihat beberapa orang yang lagi duduk di teras rumah itu, membuatku menoleh, ingin tahu, siapa saja mereka. Entah lagi ngerumpi atau pertemuan kecil-kecilan. Sekitar 6 orang di teras rumah itu.

Aku menoleh lagi kearah mereka. Aku merasa mengenal salah seorag dari mereka. Orang yang telah lama menghilang dari penglihatanku. Yang dulu selalu kurindukan. Pak Razak. Iya! Aku nggak salah liat. Orang yang pernah mengisi mimpi-mimpi dan anganku. Walau akhirnya, aku harus sadar diri. Kalau aku bukanlah impiannya. Dambaan hatinya. Karena ia telah memiliki tunangan. Saat ini, rasa itu masih ada. Tapi, aku tetap nggak mau mengejarnya. Menjadi temannya saja aku sudah bahagia.

Langsung aku panggil namanya. “Pak Razak!” sekedar basa-basi. Lalu melangkah lagi setelah ia melihatku dengan senyumanku. Sekedar menyapa aja kok. Aku juga nggak mau di sangka marah. Karena patah hati. Aku tetap ingin menjadi wanita yang wise. Bijaksana. Berlapang dada terhadap segala sesuatu yang terjadi di luar harapan.

Hei…..di panggil Pak Razak!!! Kudengar Salah seorang dari mereka memanggil. Benarkah? Tapi aku nggak kembali. Menolehpun nggak Tetap melangkah. Aku malu. Malu pada mereka. Mereka pasti tahu, kalau dulu, aku pernah ngejar-ngejar cintanya Pak Razak. Aku tetap berjalan ke rumah Bu umi yang ada di depan rumah tempat para orang itu duduk.

Kulihat wajahku di cermin. Berantakan. Itu juga salah alasanku nggak singgah. Aku tadi nggak pakai cilak, bedak, lipstik seperti biasanya, kalau mau ke sekolah. Wajahku berkeringat kena sinar matahari. Berminyak. Nampak hitam. Nggak tau sih, kalau akan ketemu dengannya.

Dari jendela kamar, dapat kulihat Pak Razak masih ngobrol dengan teman-temannya. Tiba-tiba, ia melihat ke arahku. Aku hanya tersenyum dan menjauh dari balik jendela. Malu. Karena kedapatan lagi mengintip.

di cari Pak Razak kak.” Akbar, keponakan Bu umi mendatangiku yang lagi menemani mamanya Bu umi mengambil salak di kebun belakang rumahnya. Kutinggalkan Bu umi dan mamanya. Menuju ke ruang tamu.

Dia di mana? nggak aku lihat…..di ruang tamu nggak ada. Aku mencari ke kamar-kamar. Kudapati dia lagi duduk di sebuah kursi, di ruang baca. Menungguku. Beribu pertanyaan muncul di benakku. Ada apa? Kenapa ia mau menemuiku? Mencariku? Aku sedikit berharap. Baru kali ini ia yang menemuiku. Apakah …..???

Aku berjalan perlahan masuk, dan mendekatinya. Dia hanya menatapku. Terdengar langkah lain yang menuju ke arahku. Siapa? aku berbalik. “Bu Iva!” seruku dalam hati. Kaget. Gawat! Kenapa dia ada di sini? Tiba-tiba, Bu Iva ada di belakangku. Bayangan indah yang muncul di otakku langsung buram. Pak Razak juga nampaknya kaget. Pasti kejadian seperti ini nggak terduga. Dari mana ia tahu kalau aku dan Pak Razak ada di sini? Pasti ada lagi mata-mata yang berhasil mendapatkan informasi. Seru juga sih. Karena tiap pertemuanku dengannya, pasti akan terdeteksi oleh Bu Iva. Mata-matanya terlalu banyak. Pernah aku ke tempat kursusnya Pak Razak karena mau meminta contoh ad/art kursusannya, eh nggak berapa lama, kudapatkan info dari teman, kalau Bu Iva khawatir banget. Bertanya ke teman-temanku tentang hubunganku dengan pujaannya. Aku sih tetap bersikap biasa-biasa saja kalau ketemu dengannya. Tapi, aku yakin. Dia sangat benci padaku. Walau senyum dipaksakan masih ia balas kalau aku tersenyum padanya. Bagaimanapun, pertemuan tak bisa terhindarkan. Karena tempat ngajar kami bersebelahan.

Menyadari sebuah masalah mendatangiku, aku langsung mendekati Pak Razak dan mengecup keningnya dengan spontan. Sengaja mau membuat ia murka. Lalu pergi meninggalkan kamar itu. Tanpa berkata sepatah kata. Merasa menang. setidaknya, aku menang selangkah. Karena Pak Razak nggak menolak. Hanya pasrah. Mungkin kaget. Entahlah. Aku juga nggak tahu. Aku juga, kok beraninya mengecup keningnya. Padahal selama ini, jabat tangannya aja nggak pernah, apalagi pegang tangannya. Mimpikah aku?

Melihat kejadian itu, ia nampaknya shock. Marah. Cemburu. Sakit hati. Ia pun keluar dari kamar. Karena kudengar lagi langkahnya yang cepat. Secepat langkahku. Bahkan melewatiku. Meninggalkan pak Razak dalam kegalauan.

Mungkin aku yang salah. Karena aku hadir di antara cinta segitiga. Kehadiranku membuat rantai cinta menjadi cinta segi empat. Membuat Bu Iva semakin tersudut dengan rasa cintanya. Hanya menambah daftar saingannya tuk mendapatkan hati sang pujaan.

Setelah ada kabar, kalau tunangan Pak Razak menikah dengan orang lain, akupun menjadi satu-satunya pesaing terberat. Karena menurutnya, aku lebih agresif. Lebih muda. Lebih banyak peluang. Apalagi, pak Razak juga tetap bersikap baik padaku. Tapi, aku juga nggak pernah memaksa. Kuikuti alur. Aku nggak pernah menuntut Pak Razak tuk menerima cintaku. nggak mendapat cintanya, jadi temanpun nggak jadi masalah. Bahkan, saat aku di tolak terang-terangan olehnya lewat sebuah sms di tengah malam, “maaf jika jawabanku nggak sesuai dengan harapan. Tapi jujur, aku telah mempunyai tunangan. Tapi ia tinggal di makassar. Semoga ini tak membuat kamu marah padaku” kecewa? Pastilah. Beruntung banget cewek yang bisa mendapatkan cintanya. Mendapatkan cowok yang begitu setia. “santai aja lagi. Aku juga punya pacar kok. Tapi, aku nggak percaya yang namanya cinta jarak jauh. Adik kamu aja. Sudah punya tunangan. Tapi malah menikah dengan pacarnya.” Bukannya aku mau selingkuh. Aku bohong. Kalau aku sudah punya pacar. Aku hanya ingin dia menyangka, kalau aku Cuma main-main. Padahal dari hati, aku benar-benar mencintainya from the first sight. Soal adiknya yang menikah dengan pacarnya kuberikan sample berharap hatinya bisa mendua. aku tahu masalah itu, saat pertama kali aku ke rumahnya dan kenal langsung dengannya. Saat itu di rumahnya lagi persiapan bikin kue, tuk pesta pernikahan adiknya. Orang tuanya yang masih dilanda rasa bersalah entah mengapa menceritakan kepada kami. Aku dan bu emi. Dia bingung harus bilang apa pada tunangan anaknya itu dan keluarganya nanti kalau datang, yang katanya akan datang di bulan 12, yang sekarang lagi berlayar. Tapi adiknya Pak Razak tetap keukeuh membatalkan pertunangan itu sebelah pihak. Padahal, dulu, ia sendiri setuju dengan pertunangan itu sebelum ketemu dengan pacarnya yang sudah menjadi suaminya sekarang. Makanya, sebelum tunangannya itu datang, pernikahan itu di laksanakan. Dengan pertimbangan, ketika tunangannya datang, ia pasti marah dan kecewa. Tapi nggak akan bisa berbuat apa-apa, kalau adiknya telah diikat oleh tali perkawinan.

Cinta di tolak. Aku cukup dewasa menanggapinya. nggak serta merta membencinya. Aku tetap berlaku seperti biasanya. Karena dengan begitu, poin positifku akan bertambah di matanya. Dan siapa tahu perasaannya bisa berubah. Dari biasa menjadi luar biasa. Seperti cerita temanku. Cowok yang di taksirnya menolaknya. Kecewa pastinya. Tapi ia tetap sabar. Tetap bersikap baik. Menerima dengan tulus, kalau cinta tak bisa dipaksakan. Tapi, karena ketulusan cinta yang ia miliki, membuat sang cowok luluh dan sadar. Akhirnya, sang cowok itupun mengungkapkan cinta pada temanku. Aku ingat sebuah semboyan yang tertulis di perpustakaan “kesabaran kan membuahkan buah yang manis”.

Mungkin juga, karena sudah sering di tolak kali sehingga aku cepat mengendalikan perasaanku. Karena bulan sebelumnya, aku juga di tolak oleh Saldi lewat sebuah sms “jangan berharap padaku. Karena aku sudah ada yang punya.” Sehingga aku menganggapnya hal yang biasa. “Mengungkapkan cinta semudah membalikkan telapak tangan.” Kataku pada teman-teman, jika tahu aku di tolak lagi. Walau nggak semudah itu. Karena hatiku perih.

Yang aku suka dari pak razak, ia nggak pernah menjelek-jelekkanku di hadapan teman-temannya. nggak seperti Saldi. Malah memperlihatkan semua sms ku pada teman-temanku. Gimana aku nggak malu? Tiap ketemu dengannya, terasa membawa beban berat. Tersudutkan di mata teman-teman. Makanya, aku banting stir. Melirik pak Razak. Biar Ia tak lagi berfikir, hatiku masih menginginkannya. Sayangnya, harapanku tak sesuai dengan kenyataan. Aku celaka dua kali. Membuatku semakin jatuh dimatanya. Karena Razak juga menolakku. Untungnya sekarang ia sudah pergi ke Kalimantan. Berhenti jadi guru. Memilih kerja di pertambangan, yang memang jurusannya ketika kuliah di UNHAS.

Yang aku tahu tentang bu Iva, Bu Iva mencintainya sejak dulu. Mungkin pada pandangan pertama juga. Tapi Razak nggak menaruh hati. Karena saat itu ia punya tunangan. Tapi, walau rasa cinta itu nggak ada, ia juga nggak mau menyakiti hati Bu Iva. Ia tetap bersikap baik. Yang mungkin membuat Bu Iva semakin melambung.

Pak Razak memburu kami sampai di luar. Berusaha mengejar. Dengan mempercepat langkahnya. “Bu Iva!” panggilnya. Bu Iva melangkah ke arah kiri. Pak Razak berusaha memanggil dan mengejar Bu Iva. Melihat hal itu, Akupun melangkah ke arah kanan. Kecewa. Sedih. ternyata, ia memang mencintai Bu Iva. Memilih Bu Iva yang sudah pegawai negeri dengan dandanan yang unik. Liat aja, ia memakai baju warna putih yang agak transparan, dengan rok hitam panjang. Bajunya di masukkan. Pinggang roknya berada di atas pusat. Terlalu tinggi menurutku. Kemudian sebuah syal terlilit di atas kepalanya. Kalau tuk jalan-jalan, mungkin wajar. Seperti saat ini. Tapi, gayanya juga seperi itu kalau ke sekolah. Makanya, banyak guru-guru yang senior, yang menganggapnya unik. Dan itu aku dengar langsung dari mereka, ketika Bu Iva berlalu dari hadapan mereka sambil tertawa. Mungkin menghina, atau merasa lucu. Entahlah. Yang pastinya, Tak seorangpun guru yang pernah aku lihat seperti itu selain dia.

Aku baru melangkah beberapa langkah, aku berbalik. Mau tau kelanjutannya. Karena aku tetap ingin ada keajaiban.

Dia berhenti. nggak lagi mengejar. nggak lagi memanggil-manggil. Bu Iva juga dari kejauhan berhenti, dan menoleh kebelakang. Matanya menatap sayu. Kecewa. Sedih. Sama seperti yang aku rasakan. Deg-degan menunggu kepastian.

Pak Razak menoleh ke arahku. aku baru mau mengeluarkan senyum kemenangan, ia Beralih lagi ke Bu Iva. Cukup lama. Kukulum kembali senyumku. Kembali, aku harus menerima kekalahan. nggak terpilih. Aku memang kalah. Bu Iva PNS. Yang pastinya, sudah ada tunjangan masa depan. Dia juga lumayanlah. Sedang aku…..sudah 2 kali mendaftar cpns, tak lulus-lulus juga dengan d3 ijazah bahasa inggris. Tahun lalu, malah nggak mendaftar. Tak ada formasi d3. Makanya, sambil honor di sma, aku kuliah jarak jauh. Sama seperti Pak Razak. Awalnya, mau ikuti jejak Pak Razak. Kuliah di palopo. Di kota. Tapi, kupikir-pikir, biayanya sama saja. Kuliah jarak jauh memang mahal. Tapi, aku tak perlu kos, aku juga bisa membiayai kuliahku dari gajiku yang tahun 2009 naik jadi 1.000.000.

kulangkahkan kakiku dengan air mata yang mulai membasahi kelopak mataku. berlinang. Aku nggak ingin menderita dalam kebahagiaan orang lain. Lebih baik aku pergi. Pergi mencari kebahagiaanku yang lain.

Bu Ra…ni…….!!!” Samar-samar dalam kepedihan, kudengar suara memanggil. Benarkah penglihatanku? “bu Ran…ni…!!!” kusapu air mataku dengan jari-jariku. “tungguuuuuuuuuu!!!!” Kubelalakkan mataku.

Aku menjadi pilihannya? Seperti mimpi. Kubuka ke dua lenganku. Menunggunya masuk ke dalam pelukanku. “pak Raaaa…” belum selesai ucapanku

Buk!!!”

Dia tersandung pada sebuah batu dan terjerembab. Aku diam dalam kekagetan. Ia tak langsung berdiri. Parah kali. Aku berlari mendekatinya. Terlihat juga Bu Iva berlari mendekat.

Pak!” aku duduk berjongkok mengusap kepalanya. Aku mencium bau busuk. Entah dari mana. Tak ada apa-apa di dekatku. Sedang baunya begitu menyengat.

bu Ra…niiii” panggilnya dengan nada kesakitan sambil mengangkat kepalanya dengan muka yang belepotan tanh. Eh bukan tanah. tai sapi. “ha….ha… rasain tuh tai sapi rasa coklat.” Bu Iva sudah berdiri di hadapan kami dengan ejekan keputus asaannya. Tapi aku cuek aja. Mataku tertumbuk pada sandal yang di pakai Bu Iva saat mau ambil air minum aqua dari tasku tuk membasuh mukanya pak Razak. Aku tersenyum. Tak tertawa besar seperti biasanya. Jaim dikit. Aku juga tak ingin menambah deritanya. “bu! Sendalnya model baru ya! Model 2009. unik deh” “iya!” jawabnya ketus melihat ke sendalnya. Tapi….. raut mukanya langsung berubah. Aku tak memperhatikannya lagi. Pastinya ia malu. Karena ia salah memakai sandal. Sebelah sendalnya, sandal jepit yang sudah bulukan milik bu umi, yang hanya di pakai kalau ke kebun. He….he….he….

***

Mimpi yang begitu indah. Andai saja ini menjadi kenyataan. Tapi, apakah mungkin? Setiap kali aku lewat rumahnya, nggak pernah sekalipun aku lihat. Pak Razak. Di mana ya dia sekarang. Pasti sekarang ia ada di rumahnya lebaran. Masa sih di hari lebaran nggak berkumpul dengan orang tuanya.

Kalau ingat dia, aku jadi tertawa sendiri. Malu sendiri. Menyadari keagresifanku yang memalukan.

Kenapa, tiap kali aku memimpikannya, endingnya selalu indah? Selalu, harapanku di alam nyata terwujud di alam mimpi? Apakah ini adalah kiriman mimpi darinya? Karena setauku, mimpi itu hadir saat sesuatu itu kita lagi di ingat oleh seseorang. Seperti dalam film ataupun sinetron.

Akhir-akhir ini aku nggak pernah mengingatnya. Tiba-tiba saja, ia muncul dalam mimpiku. Ada apa? Apakah ini pertanda, kalau ia merindukanku? Apakah ia juga lagi mengingatku? Merindukanku? Tapi, aku nggak mau berharap. Mimpi terkadang menyesatkan. nggak nyata. Hanya memberi harapan yang nggak pasti.

Rasanya, aku mau bertemu dengannya. Ingin tahu, hubungan antara mimpi dengan kenyataan. Apakah berbanding lurus atau berbanding terbalik? Kalau berbanding lurus, berarti mimpi sesuai dengan kenyataan.

Kapan ya terakhir aku ketemu dengannya? Oh iya. Terakhir…. saat ketemu di jalan dan dia Saat itu dia juga bilang kalau harus PPL. Makanya ia putuskan tuk berhenti honor di smp. “kenapa nggak honor di SMP sini aja?” “nggak bisa. Harus di palopo. Biar bisa di awasi. Lagian, aku juga Mau focus pada skripsiku nanti, setelah PPL.”

Ia juga mengajakku pergi makan. Tapi aku nggak mau. Soalnya sudah magrib. Dan aku nggak mau membuat ayahku kembali murka gara-gara pulang malam saat pertama kali pergi makan rambutan dengannya.

Ada apa ya dengannya??. Sampai sekarang aku masih sangat heran. Apa benar ia sudah menikah? Apa benar ia menikah dengan tunangannya yang menghianatinya? Entahlah. Saat aku ngobrol terakhir kali, ia begitu dekat. Nampak raut yang begitu senang bertemu denganku. Kenapa ia nggak mau mentraktirku di kawarasan keesokan rumahnya? Apa benar-benar ia punya istri dan takut di lihat oleh istrinya? Aku bingung. Hidupnya benar-benar penuh liku-liku.

Cowok yang setia. Kasian sekali dia. Karena kesetiaannya telah di nodai. Menurut bu Umi, ia di tinggal kawin oleh sang pacar di makassar. Bu Umi juga dapat ceritanya dari tetangganya. Ceritanya sih simpang siur gitu. Setelah santer terdengar gossip di tinggal kawin, muncul lagi gossip baru. ia menikahi pacarnya itu. Suami pacarnya ke mana? Kenapa ia masih begitu sayang pada pacarnya? Padahal sudah di khianati? Ada cerita apa lagi di balik itu? Apa benar, kalau tunangannya itu terpaksa menikah karena MBA? Setelah menikah diceraikan lagi? Lalu dinikahi lagi olehnya……?

Asumsi-asumsi yang nggak jelas kami buat. Menjadi bahan obrolan setiap saat. Tapi semuanya tak jelas. Karena bu umipun taunya dari tetangga. Tetangganya tau dari tetangganya tetangganyanya. Tak pernah ia Tanya langsung ke Razak. Apalagi razak, nggak pernah ia lihat nongkrong di depan rumahnya.

Ya Allah. Kalau memang Pak Razak sekarang ada di kawasan, semoga aku bisa ketemu dengannya. Aku mau tahu, cerita yang sebenarnya. Kalau memang ia sudah menikah, maka namanya akan kuhapus dari daftar hatiku. Karena mimpiku itu, menumbuhkan kembali rasa cinta yang pernah hilang. Aku jadi merindukan senyumnya, tawanya. Candanya. Berada di dekatnya. Ceritanya tentang Bu Iva.

Mengingatnya, Mengingatkanku kembali, bagaimana perjuanganku tuk bisa kenalan dengannya. Awalnya dari sms, ketemu di rumahnya, saat bu Emi lagi ada perlu dengannya. Sampai berani Mengajaknya makan rambutan. Tapi akhirnya di tolak saat kuungkapkan cintaku. Mengingat semua itu membuatku tertawa. Lucu. Malu! Di tolak lagi.

Kalau aku ketemu nanti, aku akan tanyakan. Benarkah dia sudah nikah. biar jelas. Dan aku nggak akan menggodanya lagi. nggak boleh menggoda suami orang. Karena nantinya, aku nggak mau suamiku di goda oleh orang lain.

Seandainya saja, Pak Razak itu bisa menjadi jodohku. Walau ia berstatus duda. Asal nggak punya anak. He…3x

***

Aku jadi penasaran gara-gara mimpiku itu. Perasaan yang telah redup sejak kepergiannya, kembali menyala. Aku rindu. Aku rindu padanya. Mungkinkah ia merindukanku, sehingga aku bermimpi tentang dirinya? Mungkinkah perasaan yang pernah tumbuh di hatiku, telah berkembang juga di hatinya? Entahlah. Aku benar-benar penasaran. Mau mengecek. Apa ia memang merindukanku apa nggak. Kalau ia merindukanku, kenapa ia nggak sms? Ah. Mungkin ia sudah nggak tahu nomor hpku. Aku akan sms dia saja sekarang.

Kucari buku catatan, tempat aku menulis no telfon teman-teman yang menurutku penting. Jaga-jaga. Kalau hp error dan daftar kontaknya terhapus, aku nggak perlu khawatir. Kucari namanya. Di hpku, nomornya sudah kuhapus. Agar namanya juga bisa terhapus di hatiku. Agar bayangnya musnah dari memori otakku. Dan hatiku tak lagi membuka catatan-catatan hati tentangnya. Sukses. Menurutku. Karena hatiku kembali kutatar tuk melirik cowok-cowok yang ada di sekitarku. Tapi sekarang….? Mimpi itu mengganggu pikiranku. Bayangnya memenuhi memoriku. Dan hatiku kembali membuka catatan yang pernah terukir indah di sanubariku.

***

Di manaki’ mendaftar?” smsku padanya. Terkirim. Berarti nomornya masih aktif. Aku sebenarnya ragu sms padanya. Aku dulu pernah sms setelah pertemuan terakhir itu. Tapi balasannya menyakitkan. “jangan ganggu suami orang.” Sejak itu, aku nggak penah lagi sms. Mungkin benar-benar istrinya yang balas. Atau sengaja ingin membuatku sakit hati. Agar aku tak nggak lagi mengganggunya..

Mf ini siapa?” aku memang sudah ganti kartu. Jadi, ia pasti nggak tau. “Rani.” Jawabku. “D palopo.” Balasnya lagi. “Amin. Berarti saingan berkurang. Ada d3 pariwisata. Tdk berminat ya. Ternyata, kita benar2 jadi orang palopo. Karena Bu umi katanya tdk pernah na liatki’ selama lebaran.” Sms terakhirku padanya. Dan ia pasti langsung menebak kalau aku menyebut nama Bu Umi. Rani siapa. Bukan Bu Rani, temannya di smp. karena Bu umi adalah teman ngajarku di SMA yang memang dekat denganku sekaligus tetangganya.

nggak ada lagi ada balasan. Mungkin lagi sibuk dan tak melihat smsku. Kutunggu beberapa menit. Ada sms masuk. Kubuka. Aku kecewa. Bukan dari dia. Sampai ke esokan harinya. Sms darinya benar-benar nggak ada. Ia benar-benar nggak ingin lagi berhubungan denganku.

Sekarang, aku benar-benar sudah paham. Ternyata mimpiku berbanding terbalik dengan kenyataan.



Mimpi


kucari makna di balik mimpi


mimpi- mimpi yang selalu menghadirkan sosokmu

mimpi- mimpi yang selalu menghadirkan bayangmu


tapi…. semuanya memang hanya sekedar mimpi


karena….

kucari sosokmu di alam nyata

tak pernah kutemukan

kucari bayangmu di alam manusia

hanya kekecewaan yang kudapatkan


tak kudapatkan makna di balik mimpi

hanya kutemukan makna di balik hati

kalau di sudut hatiku yang paling gelap

masih kusembunyikan namamu


kubaca kembali ungkapan hatiku yang kugoreskan dalam diariku.

Mimpi…. Benar-benar hanya bunga-bunga tidur. Hanya memberi ilusi. Bukan kenyataan. Mimpi….. Aku benci bermimpi tentangnya. Aku ingin, dia terhapus dari daftar mimpiku. Daftar memoriku dan juga daftar hatiku. Seandainya saja ada alat penghapus kenangan…..Sayangnya, nggak ada juga yang bisa mendeteksi. Yang bisa tahu mimpi apa kita nanti kalau tidur. Yang ada, hanya menafsir mimpi. Itupun belum tentu benar.

Seandainya saja ada pawang mimpi…..

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar