tiket pesawat murah

tiket pesawat murah

Rabu, 03 September 2014

Mengundurkan Diri Jadi Wali Kelas

Pembagian raport sudah di depan mata. Besok. Hari ini rapat kenaikan kelas. Namun, sebelum rapat di mulai, wali-wali kelas dipanggil oleh kepsek tentang siswa yang bermasalah yang kira-kira terancam tidak naik kelas.

"Kelas x1 siapa walinya?" Tanya kepsek.
"Saya pak!"
"Berapa yang tidak naik kelas?"
"Lolos semua pak".
"Jadi ndak ada masalah ya".

Aman. Anggotanya bu Satir naik kelas semua.

Satu demi satu wali-wali dimintai keterangan. Ada yang satu, dua juga yang sampai tujuh anggotanya tidak naik kelas. Pemecah rekor. Tapi wajar. Itu adalah kelas yang sebenarnya tidak lulus waktu ujian masuk. Tapi  tetap harus masuk. Karena sekolah tak boleh menolak siswa. Semua anak harus sekolah. Yang penting anak itu ikut tes masuk.

Anak waliku juga ada yang tidak lolos dua orang. Yang satu sudah pernah berhenti saat semester dua berjalan. Berkali-kali dikirimkan surat, orangtuanya tak pernah datang. Dan anak yang membawa surat panggilan terakhirku mengatakan kalau Makmur tak mau sekolah kalau tak dibelikan motor besar. Padahal ke sekolah ia sudah nik motor. Mau lagi dibelikan motor besar.

Anak-anak sekarang. Tak tahu berterima kasih. Harusnya bersyukur karena ia ke sekolah sudah naik motor. Teman-temannya yang lain malah hanya bisa naik bus sekolah. Bahkan masih ada yang jalan kaki, yang tinggalnya di dekat gunung yang tak dilewati jalur bus sekolah.

Sebenarnya makmur sudah di coret. Tapi menjelang ujian, kakaknya datang membawa makmur. Ia ingin sekolah lagi. Ia minta supaya diisinkan ikut ujian. Nanti akan pindah ke sekolah lain setelah ujian. Tak apalah. Mungkin ia sudah sadar dan mau berubah saat pindah ke sekolah lain. Padahal anak ini sebenarnya sabar. Tak banyak bicara. Tapi juga tak banyak kerja. Tak pernah mengerjakan tugasnya.

Yang sudah melapor tentang anak walinya bisa keluar. Sisa aku dan wiwin. Kami berdua siap-siap keluar, namun kepsek melarang kami. Menyuruh kami duduk sebentar

Wah.... kayaknya ada masalah ini. Apalagi ya!
"Saya perhatikan, kita berdua ini kurang memperhatikan anak walinya... kalau memang tidak mampu jadi wali kelas, ibu bisa bilang. Nanti kita carikan solusinya.bagaimana?" Tak ada jawaban. Aku hanya saling memandang dengan wiwin lalu mendunduk.
"Kalau memang tidak bisa ibu bisa mengundurkan diri jadi wali kelas. Kita bisa kasi ke yang honor".
Benar kan? Bermasalah lagi. Aku sih mengaku saja. Aku memang tak seperti wali kelas yang lain yang benar- benar selalu mengontrol anak walinya. Apalagi kalau hari sabtu saat kerja bakti. Masing-masing wali kelas mengawasi kelasnya masing-masing. Aku selalu terlambat.

Tanpa aku mereka juga kerja. Tapi lebih banyak yang bersembunyi di kantin. Kalau aku datang, baru mereka cepat-cepat berlari ke depan kelasnya pura-pura cabut rumput.
Tapi soal kehadiran siswa aku kadang mengontrol. Yang alpanya sudah tiga aku buatkan panggilan orang tua. Atau kalau ada yang sakit lebih dari satu hari tanpa keterangan dokter tetap akan di panggil orangtuanya.

Pernah kejadian. Anak yang bernama Baso Riska sakit. Adiknya yang bawa surat itu waktu hari rabu. Dan hari kamis ia masih tak datang. Aku buatkanlah surat tuk mengecek kebenarannya. Apalagi anak ini memang punya catatan hitam. Suka bolos. Sebelum aku mengajarnya dan menjadi walinya, aku sudah sering dengar namanya di sebut-sebut di ruang guru.
Ibu Baso datang. Ia cukup koperatif. Tak seperti kebanyakan orang tua lainnya yang selalu membela anaknya walaupun salah.
Ia sangat bersyukur di kirimu surat. Karena hari kamis itu ia mengira anaknya ke sekolah. Orang tuanya yang pedagang di pasar, pagi-pagi sekali sudah ke pasar menjual, membuatnya tak tahu kalau anaknya masih tidur di kamar dan tak ke sekolah. Seandainya aku tak mengiriminya surat ia tak akan tahu. Dan ia tak akan tahu kalau selama ini ia sering alpa dan bolos.

Aku berdua hany terdiam. "Bagaimana menurut bu wiwin?"Saat wiwin di tanya tentang kinerjany sebagai wali kels selama ini, "saya merasa pak, saya sudah berusaha melakukan yang terbaik. Anak wali saya yang tidak naik kelas ini pak, sudah berkali-kali saya kirimkan surat orang tuanya. Karena malas sekali ke sekolah. Bahkan saya pernah kunjungan rumah dan ketemu sama orangtuanya. Tapi tidak berubah juga pak. Bahkan orangtuanya sendiri sudah menyerah menasehati anaknya. Jadi saya mau bagaimana pak? Kalau orangtuaya saja sudah menyerah?"

Kepsek terdiam sejenak. Sunyi. Ia memperbaiki posisi kacamatnya yang miring. Lalu pandangannya betalih kepadaku.
"Kalau ibu?" Balik bertanya ke arahku.
Bismillah bismillah bismillah. Aku bingung. Mengundurkan diri atau tidak ya... kalau mengundurkan diri.... berarti tunjangan berkurang. Gaji bulananku kan sudah sangat menipis. Di potong bank, di potong koperasi, sisa 250 rb. Tunjangan wali kelas bisa dapat 500 rb pertiga bulan. Lumayan tuk bayar cicilan tupper ware, atau yang lainnya.
Aduh.... tapi gimana ya... jadi wali kelas juga korban perasaan. Kalau ada anak yang bermasalah, walinya yang kena getahnya. Selalu di cari. Kalau anak ipa sih mending. Anak-anaknya kalem. Jarang bermasalah. Kalau ips. Apalagi kelas XI ips4 anak waliku.  Jarangggg sekali tak bermasalah. Kalau tak berkelahi, bolos, alpa....
Aku putuskan saja...
"Tidak usahmi saya jadi wali kelas pak. Kita kasimi saja yang lain."
Aku mengundurkan diri. Kalaupun tunjanganku berkurang, aku yakin akan ada reski yang lain.
Mataku berkaca-kaca. Entah mengapa. Bukan tunjangan yang kusesali. Ada rasa sedih yang berkecamuk dalam batinku. Tapi entahlah.... aku memang bukanlah wali yang sempurna. Tapi itulah aku. Sampai di situ saja. Karena jiwaku memang bukan jiwa pemimpin seperti yang lainnya. Tapi minimal, aku masih selalu memberikan sedikit perhatian. Ada komplain dari teman tentangbanak waliku, aku telusuri. Karenabada juga wali yang bahkan tak memperhatikan siswanya. Biarpun alpanya sudah segudang, ia tak mengiriminya surat. Ia bilang kalau ia di absennya tak pernah alpa. Memang! Karena ia sendiri malas masuk ngajar. Kasi tugas lalu keluar dan tak masuk lagi.
Tak apa-apalah. Wali kelas juga bukan perkara gampang. Apalgi menulis rapornya. Tidak boleh salah. Sedang aku orangnya tidak teliti. Mana rapor tidak bisa di tip ex. Terpaksa rapor itu kuganti lembarannya dengan foto kopian. Sejak menikah, aku di bantu  suami menulisnya. Walaupun cuma tamat sma paket c, tapi ia lumayan teliti.

Rapat kenaikan kelas di mulai. Membahas tentang anak-anak yang tidak naik kelas. Apakah bisa di tolong apa tidak. Siapa tahu di detik-dtik terakhir ada guru yang berubah pikiran mengubah nilai seorang siswa dari tidak tuntas menjadi tuntas. Dengan segala pertimbangan yang ada, agar nanti tak menghalagi masa depan siswa.

Mata pelajaran jurusan, jika satu saja tidak tuntas maka tidak akan naik kelas. Kalau mata pelajarn umum tiga tidak tuntas tidak naik kelas. Tapi itu bisa berbeda sesuai dengan kebijakan kepala sekolah.

Agenda ke dua pembagian jam mengajar. Kurikulum 2013 membuat semua berubah. Guru agama yang dulunya tak cukup karena ada tiga guru jadi pas karena ada penambahan jam. Matematika yang dulunya hanya 4 jam di ipa menjadi 8 jam. Kayaknya akan kerja rodi nih guru matematika. Padahal dulu ada banyak guru matematika. Dua sudah di mutasi ke sekolah lain karena kelebihan guru. Yang kasian adalah bahasa inggris. Berkurang jadi dua jam saja perminggu.

Kalau di kota mungkin wajar. Banyak tempat kursusan dan anak-anak mau belajar. Di kampung ini....? Satu demi satu kursusan tutup. Tak pernah ada yang bertahan lama. Padahal biaya yang di patok juga sangat murah.

Mungkin anaknya mau tapi orangtuanya tak mau. Plus tak mampu bayar. Ada orangtua mampu tapi anaknya tak mau. Ada jugabyang dua duanya mau tapi itu bisa di hitung satu-satu. Rugi kalau ngajar kursus hanya satu dua orang.
Tapi biarlah...kita juga belum tahu bagaimana kurikulum 2013 itu. Yang penting jam ku masih cukup 24 jam. Yang kasian bu eni. Tak lagi mengajar bahasa inggris. Tapi beralih ke bahasa indonesia. Berhubung dia masih honor, jadi di utamakan pns harus cukup jam nya 24 jam. Bu nofi aja hanya 12 jam di tambah dengan jabatannya jadi kurikulum yang terhitung 12 jam sehingga cukup 24 jam.

Agenda ke tiga. Pembagian wali kelas. Aku sudah tahu. Namaku pasti tak di sebut. Aku sudah mengundurkan diri. Teman-teman pun sudah tahu. Setelah keluar dari ruang kepsek tadi, aku langsung memproklamirkan pengunduran diriku karena menurut kepsek aku tak maksimal menjadi wali kelas.

"Padahal, dia mi kayaknya yang selalu kirim surat ke orang tua siswa". Celetuk Dim. Membelaku.

Tapi sudah lah. Aku tak menyesali pengunduran diriku.

"Bu Hasbiah. Wali kelas XI IPA1".
Aku kaget... kok namaku masih di sebut? Wali kelas IPA1 lagi. Kayaknya aku beruntung mengundurkan diri. Bisa dapat kelas yang bagus. Biasanya kan dapat kelas IPS.
Alhamdulillah...... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar