tiket pesawat murah

tiket pesawat murah

Jumat, 07 November 2014

Mbak lastri

Dari namanya..... tak ada yang istimewa. Mbak lastri. Itulah yang sering kami panggilkan. Nama yang sederhana. Sesuai dengan penampilannya. Dari wajahnya saja sudah kelihatan kalau orangnya lemah lembut dan baik hati. Tutur sapanya ramah.

Kalau teman-teman ngajarku mengenalnya karena ia bangdes di kecamatan tempatku ngajar, namun aku telah mengenalnya sejak ia belum jadi apa-apa.

Dulu....zaman orde lama, zaman pak Suharto, ada yang di sebut idt. Entah apa kepanjangannya. Intinya, ia yang tahu dan menyelurkan dana desa yang masuk. Ia langsung di kirim  dari pusat dan di tempatkan di kampungku.ada  Sebuah rumah milik ayahku di belakang kantor desa, disitulah ia tinggal bersama dengan kerabatku yang tinggal di sana yang belum punya rumah sendiri.
Sebagai kepala desa, ayahku menyuruhnya tinggal di sana saja. Karena masih ada kamar kosong. Rumah itu tak disewakan. Memang disediakan tuk kerabat yang datang dari kampung

Saat aku masih kecil aku cukup akrab. Begitupun dengan orang-orang disekelilingnya.

Ia datang membawa diri dan harapan tanpa tahu bagaimana nasibnya di tempat yang tak pernah ia datangi.

Entah berapa lama ia tinggal di desa ini. Yang pastinya, ia pernah menjadi bagian dari desaku. Bahkan sempat menjalin kasih dengan tetangga samping rumahnya.
Namun sayang, ayah dari laki-laki itu tak setuju. Mbak lastri orang jawa. Kurus. Kerempeng.

Begitah orang dulu. Masih sangat kental dengan kesukuannya. Padahal Allah sudah mewahyukan, bahwa orang yang terbaik itu adalah orang yang bertakwa. Yang baik hatinya.

Sang laki-laki tak sanggup melawan ayahnya. Demi baktinya hubungan itupun putus.

Tamat dari kuliah di makassar, aku honor, ngajar di sma dekat kantor camat. Aku jadi sering ketemu dengan mbak lastri yang ternyata sudah jadi pns dan bangdes di kantor camat. Ia juga telah menikah dengan seorang guru pns, dia juga orang bugis. Kayaknya, takdirnya memang menikah dengan orang bugis.

Beberapa tahun kemudian kudengar mbak lastri jadi sekcam. Semakin tinggi jabatannya, badannya juga semakin besar. Mabk lastri dulu tinggi dan langsing, rambut panjang dengan wajah oval. Orangnya juga cantik. Di tambah lagi ramah. Murah senyum.

Saat aku lulus jadi pns, ia juga sangat senang. Matanya berkaca-kaca ketika mengucapkan selamat pada ayahku di pasar. Bagaimanapun, saat ia meninggalkan jawa, ia tak punya siapa-siapa di sini. Tinggal di rumah dan menganggap ayah dan ibuku sebagai orang tuanya. Sampai sekarang, ia tetap menaruh hormat pada ayahku walaupun tak lagi berstatus jadi kepala desa.

Semua orang lagi ramai membicarakan camat barunya yang seorang perempuan.
Mbak lastri. Ya! Dialah camat baru yang baru di lantik di kecamatanku. Setelah sekian lama mengabdi di kecamatan tomoni, akhirnya ia kembali dengan jabatan barunya yang membuat semua orang heran.
Pastinya, ia tak akan sulit beradaptasi, karena ini ibarat pulang kampung.
akan ketemu dengan mantan pacarnya ni..... He he he....

Seandainya ayah laki-laki itu masih hidup, mungkin ia akan malu.
Wanita yang dulu ia tolak mentah-mentah jadi menantunya.... kini telah menjadi orang nomor satu di kampung. Walaupun ia bukan lulusan stpdn.

Itulah hidup. Selalu penuh dengan misteri.

(Based on true story)

Sabtu, 01 November 2014

Mau Tanam bakau di pinggir sungai

Tanah yang ayahku gadaikan, akhirnya aku ambil dengan mengambil kredit di bank bpd 17 juta dengan potongan sekitar 1, 5 juta dan cicilan 290 ribu selama 10 bulan. Tak apa-apalah. Karena perkiraan hasil dari kebun coklatnya nanti akan lebih banyak dari cicilannya.

Berapa tahun ya.... aku tak ke sana. Kayaknya sudah lamaaa sekali aku tak ke sana.

Sebenarnya, baru tahun lalu ayahku gadaikan saat mau beli mobil dan uangnya tak cukup. Saat ditawari bank tuk ambil kredit lagi, aku langsung mikir dan mikir. Kepikiranlah tuk menebus kebun itu. Sisa gajiku 400 ribu. Kalau kebun itu aku ambil, bisa mendapatkan 1 juta perbulan saat musim. 

Karena aku yang tebus, aku deh yang akan ambil hasilnya. Sekaligus yang kerja. Dulu yang kerja orang lain. Tinggal tunggu uang hasil jual coklatnya.

Sekarang.... suami sudah jarang ke mayoa. Kebun di mayoa juga yang kerja orang lain. Kebun yang di sini yang dekat rawa, sawitnya sudah besar. Jadi tak terlalu butuh perawatan. Kerjanya tak lagi sepadat dulu.

Mungkin sudah ada sekitar 5 meter lebih kebun itu terkikis air saat banjir dan menjadi sungai. Otomatis kebunku menyempit. Sedang kebun yang di seberang melebar.

Aku jadi berfikir. Kalau dibiarkan..... beberapa tahun kedepan, kebunku akan hilang. Habis menjadi sungai. Untung ada pohon bambu dan pohon besar yang lainnya yang masih bisa menahan abrasi sehingga tak terlalu parah dibandingkan kebun orang lain.

Kebun pak asap tinggal sebaris cokatnya yang tersisa. Sedang kebun pak abri.... malah sudah ludes. Coklatnya sudah terseret banjir dan berisi dengan air sungai. Padahal kebun itu telah menfkahi mereka selama berada di kampung ini.

Aku browsing di internet. Pohon apa yang bisa menahan abrasi di pinggir sungai. Pohon mangrove. Tapi.....
" mangrove hanya hidup di air payau." Kata seorang teman.
"Payau?" Kedengarannya tak asing. Namun lupa artinya.
"Perpaduan antara air laut dan air asin."
Semangatku sedikit kendor. Tapi aku tak menyerah. Di coba tak mengapa. Gagal jadi pengalaman.Kembali googling.
"Mangrove yang hidup di air tawar."
Ternyata ada. Yang jenis bakau. Seorang peneliti melakukan penanaman di air tawar dalam percobaannya. Memang daya tymbuhnya berbeda. Yang di tanam di air asin daunnya lebar. Sedang yg di air tawar daunnya kecil. Disebutkan juga kalau jenis rhizoparus sp cocok di tanam di air tawar yang berlumpur.

Mulailah mencari toko online yang jual bibit mangrove. Sebenarnya laut tidak terlalu jauh. hanya tak tahu kalau harus pergi cari. Kemana? Di mana? Aku tak mengerti. Walau sekarang adalah waktu yang tepat tuk mencari biji mangrove. Atau di sebut dengan propagul. Karena september sampai maret adalah waktunya panen biji mangrove. Sekarang bulan november.

Dari pada ribet mendingan beli online.
Toko pertama harganya 700 rupiah. Minimal order 500 biji belum ongkos kirim.
Aku cuma mau beli sedikit. Percobaan. Rugi dong kalau beli nanyak namun tak tumbuh.

Pindah lagi ke toko online b.
Harga 1000 Minimal order 100 biji dengan ongkos kirim 35 ribu per kg kalau lewat pos dan jne 60 ribu.
Lewat pos pastinya. Soalnya murah.

"Bagaimana mbak? Jadi order? Saya sudah ambilkan di kebun 100 biji."

"Semuanya 240 ribu bu dengan ongkir."
" aku maunya 50 biji aja mbak."
"Ok." Dia setuju.
Awalnya aku di suru transfer  155 ribu. Dengan perkiraan 3 kg. di kiranya cuma dua kg. Namun bijinya sudah tumbuh jadi bertambah berat. Aku ok saja.

"Towuti luwu timur, dekat rumah ibu nggak?"
"Jauh. Sekitar 200 km." Menurutku. Soalnya suami aku tanya dia juga tak tahu. 
"Ada tadi saya kirimkan bibit jati 1 kg biaya kirimnya 65 ribu ternyata. Karena adanya kilat khusus. Besok saya tanyakan ya bu di kantor pos berapa biayanya untuk alamat ibu."
"Besok kan hari minggu bu."
"Kantor pos pusat minggu buka sampai siang. Kalau hari lain sampai malam."
"Oooooo...."
Aku cuma ber ooooo sendiri. Baru tahu. Kalau kantor pos buka sampai malam. Berarti laku banget kantor pos di sana. Kalau di sini pengunjungnya di hitung jari saja.

"Bu. Biaya ke alamat ibu 60 ribu perkg. Jadi semuanya 240 ribu."
Berat di ongkos deh.

Aku baru ingat kalau labecce, tetaggaku selalu pergi menangkap ikan di laut. Dulu... sewaktu masih gadis aku kadang ikut pergi makan-makan ikan hasil tangkapannya di pondok kecil dekat laut jika air lagi surut bersama keluarganya. Karena aku dengan akrab dengan anaknya, mariana.

Aku bisa beli sama dia. Tanpa ongkos kirim. Hanya saja.... terlanjur nanya sana sini. Aku juga tak tahu. Mangrove di pinggir laut itu jenis apa?
"Bagaimana bu? Jadi?"
Tanyanya lagi.
"Biskah saya pesan dua kg saja?" Tawarku.
"Ibu ini serius atau main-main? 50 biji aja saya sudah rugi bu. Ibu minta lagi cuma dua kg."
Wahhh....marah ni penjualnya. Namanya pembeli. Nawar boleh kan? Biarlah ku ambil.
" He...he...he.... ok deh bu. Hari senin saya transfer uangnya."

Hari senin.
Bagaimana bu? Jadi transfer uangnya?"
"Iya bu. Baru mau pergi transfer."
90 sudah ku transfer lewat atm. Saldoku tidak cukup. Tadi cuma 200 ribu. 50 ribunya aku transfer ke nulis buku tuk biaya cetak kumpulan cerpenku. Ndak cukup dong! Maunya transfer 100 ribu saja. Tak bisa juga. Jadilah 90 ribu. Lalu sisanya aku mau transfer manual lewat teller saja.

Bri antri. Aku paling malas ngantri apalagi saat perut lagi mules begini. Lagi M. Jadinya keadaan nggak stabil.
"Apakah bisa di transfer lewt pos saja?" Maksudnya sekalian aku juga mau ke sana bayar listrik. Kan sudah tanggal 3. Daripada nunggu lagi ngantrinya.
"Ibu ini main-main apa serius. Kami tidak pernah menerima transfer lewat pos."
Meradang lagi deh. Kayaknya, aku pelanggan yang paling menyebalkan dalam hidupnya. He he he.
Siapa tahu aja kan bisa juga lewat pos. Soalnya aku juga tak tahu. Makanya nanya. Kantor pos kan juga sudah online.

Seorang tetangga datang. Tang. Dia juga mau transfer. "Nebeng ya.... " mau ikut di nomor antrianku. Kebetulan sekali. Aku malah nitip sama dia dan nomor antrianku aku kasi.

Malamnya....
"Bu. Sudah saya transfer uangnya."
"Ok... nanti saya cek."

"Bu...biasnya kami menerima bukti transfernya."

Aku kirim bukti transfer yang 90 ribu dan kujelaskan kalau sisanya saya titip di teman dan belum saya ambil.
Pulsa juga habis tak bisa nelfon sama sms.
Gagal. Gambarnya tak bisa terkirim. Mungkin jaringan lagi bermasalah.
"Kalau ibu tidak yakin uangnya belum di kirim tidak usah di kirim dulu bibitnya."